Surabaya, 30 November 2022 – Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan (KEMITRAAN) mengumumkan inisiatif baru untuk mendukung pusat penelitian antikorupsi dan klinik hukum di perguruan tinggi dari DKI Jakarta, Jawa Timur, Sumatra Utara, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur dalam melakukan penelitian antikorupsi multidisiplin.
Pada seminar yang diadakan di Novotel Samator Surabaya, KEMITRAAN mengumpulkan perwakilan dari sekitar delapan belas (18) pusat studi perguruan tinggi dalam rangka menggali bagaimana penelitian multidisiplin dapat menawarkan wawasan baru kepada isu korupsi yang kompleks serta peluang pendanaan yang dapat mengembangkan kapasitas pusat-pusat studi tersebut di luar lingkup disiplin ilmu tradisional seperti kebijakan publik, hukum, dan politik.
Perguruan tinggi di Indonesia diharapkan menjunjung tinggi tiga pilar nilai dan peran universitas, disebut dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang terdiri dari pendidikan/pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat sehingga perguruan tinggi memegang peranan penting dan secara historis memberikan kontribusi berharga bagi gerakan antikorupsi. Selama ini pusat-pusat penelitian perguruan tinggi besar telah menghasilkan penelitian antikorupsi dan advokasi kebijakan dalam jumlah yang signifikan. Akan tetapi, upaya mereka utamanya berfokus kepada perspektif kebijakan publik, politik, dan hukum.
Merespon hal ini, hibah penelitian yang baru diluncurkan KEMITRAAN bertujuan untuk mendukung keterlibatan kalangan akademisi yang lebih luas dengan topik komprehensif untuk mengatasi fenomena korupsi yang sistemik dan mengakar. KEMITRAAN berharap dukungan ini dapat membantu pusat-pusat perguruan tinggi untuk melibatkan para mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu, seperti lingkungan hidup, strategi komunikasi, manajemen, ekonomi, sosiologi, dan psikologi. Upaya ini juga diharapkan dapat mempromosikan kolaborasi di antara mahasiswa dan fakultas yang sementara ini belum terlibat langsung dalam upaya-upaya antikorupsi.
Inisiatif ini terlaksana berkat dukungan dari Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat – U.S. Agency for International Development (USAID), atas nama rakyat Amerika, melalui program Indonesia Integrity Initiative (INTEGRITAS). Program baru berdurasi lima (5) tahun ini berupaya mengatasi masalah korupsi di Indonesia dengan pendekatan ganda yang saling mendukung satu sama lain yaitu penguatan sistem dan keterlibatan publik yang memfasilitasi upaya kolektif antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil dalam rangka mengatasi kerentanan akibat korupsi dan konflik kepentingan di negara ini.
Dalam acara peluncuran inisiatif ini, Ahmad Qisa’i, Project Manager USAID Indonesia untuk program Indonesia Integrity Initiative (INTEGRITAS) menyampaikan, “Kami percaya bahwa korupsi menggerogoti demokrasi dari dalam, menghapus hasil pembangunan yang telah dicapai dengan susah payah, menghilangkan kepercayaan pada institusi publik, dan memperkaya segelintir pihak dengan mengorbankan banyak orang. Presiden Biden adalah presiden yang pertama kali mengangkat pemberantasan korupsi sebagai kepentingan utama keamanan nasional Amerika Serikat, dan upaya Indonesia untuk secara langsung menangani para pelaku korupsi sangatlah penting. Kami bangga mendukung penelitian dan inovasi sebagai bagian dari upaya komprehensif untuk mengatasi tantangan korupsi yang kompleks.”
Ardian Kusuma, Sub Koordinator Penelitian, Direktorat Riset Teknologi, dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, menyampaikan “Pemerintah Indonesia menyadari pentingnya peran perguruan tinggi untuk berkontribusi bagi pembangunan Indonesia dengan memacu inovasi di setiap dimensi pembangunan, termasuk upaya pencegahan korupsi. Oleh karena itu pemerintah mendukung inisiatif baru penelitian multidisiplin ini dan sangat menantikan hasil pembelajaran yang dihasilkan.”
Direktur Knowledge Management & Learning KEMITRAAN, Inda Presanti Loekman, menyampaikan bahwa dalam rangka memperkuat demokrasi, seharusnya kebijakan dibuat berdasarkan kesahihan riset berbasis bukti untuk mendukung kesejahteraan publik daripada sekadar melayani kepentingan kelompok tertentu. “Sains merupakan alat untuk menganalisis dan meninjau suatu bukti. Sains dapat membantu proses mediasi dan rekonsiliasi berbagai pandangan dan kepentingan dalam menganalisis pilihan-pilihan kebijakan publik. Dengan mendorong penelitian antikorupsi di berbagai universitas, kita dapat bersama-sama memberikan pencerahan kepada pembuat kebijakan, mitra advokasi, dan masyarakat umum tentang metode berbasis sains untuk mencegah korupsi,” ujarnya.
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.