Beranda / Publication

Menjamin Kebebasan Pers untuk Meningkatkan Demokrasi di Indonesia

Foto: Dok. Kemitraan

Dari kiri ke kanan: M. Agung Dharmajaya (Anggota Dewan Pers, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan), Ade Wahyudin (Direktur Eksekutif LBH Pers), Purwani Diyah Prabandari (Redaktur Pelaksana Tempo Media) dan Sonya Hellen Sinombor (Jurnalis Koran Kompas)

Jakarta, 27 Januari 2022 – Komnas HAM baru-baru ini mengeluarkan laporan bahwa jurnalis merupakan korban terbanyak tindakan intimidasi, ancaman dan terror dalam kasus pelanggaran hak berpendapat dan berekspresi sepanjang 2020-2021. Sebanyak 37 persen dari total korban teror dan intimidasi adalah jurnalis. Data ini sebenarnya bukan berita baru. Masih segar di ingatan kasus yang menimpa Nurhadi, jurnalis Tempo yang dianiaya polisi saat sedang meliput kasus dugaan suap terhadap mantan petinggi Dirjen Pajak Kementerian Keuangan di tahun 2020. Kasus ini senada dengan data AJI yang mengungkap bahwa pelaku kekerasan terbanyak terhadap jurnalis sepanjang 2021 adalah polisi. 

Insiden-insiden ini menggambarkan bahwa meski dalam tugasnya jurnalis dilindungi oleh UU Nomor 44 tahun 2009 tentang Pers, tetapi di lapangan masih ada wartawan yang belum mendapat perlindungan memadai. Padahal pers merupakan pilar demokrasi yang berfungsi memberikan informasi dan peningkatan wacana publik serta fungsi kontrol kepada pemerintah baik kebijakan maupun program. Oleh karena itu Pers dan Jurnalis juga disebut sebagai pembela HAM yang memiliki hak untuk kebebasan berpendapat. 

Melihat urgensi perlindungan jurnalis sebagai pembela HAM, KEMITRAAN menggelar talkshow Media Massa dan Perlindungan Keamanan Pembela HAM Sektor Lingkungan dan Profesi. Talkshow ini merupakan bagian dari seminar hybrid bertajuk Memperkuat Komitmen Negara Mewujudkan Perlindungan pada Pembela HAM yang dilaksanakan pada hari Kamis, 27 Januari 2022 di Erasmus Huis, Jakarta.

Sesi talkshow ini dimoderatori oleh Sonya Hellen Sinombor (Jurnalis Koran Kompas) dan menghadirkan narasumber dari kalangan jurnalis dan Dewan Pers, yaitu: 

  1. Purwani Diyah Prabandari (Redaktur Pelaksana Tempo Media) 
  2. Ade Wahyudin (Direktur Eksekutif LBH Pers)
  3. M. Agung Dharmajaya (Anggota Dewan Pers, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan)

Ade Wahyudin selaku Direktur LBH Pers memandang jurnalis kerap mendapat serangan balik dalam hal kebebasan pers. “Jika Indonesia hendak memperkuat demokrasi dan kebebasan pers, maka penting untuk memberikan perlindungan bagi jurnalis dan media dengan menghapuskan pasal-pasal karet salah satunya dalam UU ITE. Contoh pasal 27 ayat (3) UU ITE  tentang pencemaran nama baik sering digunakan untuk membelenggu jurnalis,” ungkap Ade Wahyudin. 

Sementara itu M. Agung Dharmajaya, Anggota Dewan Pers, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan, mengingatkan bahwa HAM menjadi hak dasar yang memiliki ruang batas. “Perlu pemahaman, edukasi, literasi dan implementasi agar semua pemangku kepentingan dan masyarakat luas ataupun kelompok golongan serta profesi bisa memahami dan mengerti sehingga tercapai tujuan,” ujar Agung. 

Purwani Diyah Prabandari, Redaktur Pelaksana Tempo Media menyatakan bahwa perlindungan terhadap jurnalis dalam menjalan tugas adalah wajib. “Karya-karya berkualitas jurnalis yang bekerja dengan bebas dari ancaman dan ketakutan akan membantu mencerdaskan publik dan menyehatkan demokrasi. Pekerjaan rumah yang masih berat dan panjang. Ancaman dan kekerasan terhadap jurnalis dan media masih marak,” ungkap Purwani. 

Salah satu upaya untuk melindungi jurnalis sebagai pembela HAM diwujudkan dalam Protokol Dalam Meliput Isu Kejahatan Lingkungan yang diterbitkan oleh KEMITRAAN bekerjasama dengan LBH Pers pada tahun 2021. Buku ini dapat diakses di bit.ly/KeamananJurnalis

Selain itu KEMITRAAN juga meluncurkan situs Human Rights Defenders Knowledge System (HRDKS). Situs ini merupakan wadah pembelajaran dan pertukaran pengetahuan terkait HAM dan pembela HAM di Indonesia, khususnya di sektor lingkungan. Situs HRDKS dapat diakses melalui: hrdks.kemitraan.or.id/

“Para pengunjung situs HRDKS dapat memantau kasus serangan yang menimpa pembela HAM, termasuk jurnalis yang meliput isu kejahatan lingkungan sekaligus memberikan dukungan kepada mereka. Hal ini penting karena kebebasan pers merupakan unsur penting penguatan demokrasi dan terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) di Indonesia,” ujar Rifqi S. Assegaf, Direktur Program Democracy, Justice, Governance and Regionalization KEMITRAAN. 

Acara ini selengkapnya dapat disaksikan melalui youtube.com/c/KemitraanIndonesiaPartnership

2016

Pada bulan Maret 2016, KEMITRAAN menerima akreditasi internasional dari Adaptation Fund. Dewan Adaptation Fund, dalam pertemuannya yang ke-27, memutuskan untuk mengakreditasi KEMITRAAN sebagai National Implementing Entity (NIE) dari Adaptation Fund. KEMITRAAN menjadi lembaga pertama dan satu-satunya lembaga Indonesia yang terakreditasi sebagai NIE Adaptation Fund di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

 

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

 

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

2000-2003

KEMITRAAN memainkan peran krusial dalam mendukung pengembangan undang-undang untuk membentuk KPK. Hal ini diikuti dengan langkah mendukung Pemerintah dan DPR dalam memilih calon komisioner yang kompeten dan juga mendukung kelompok masyarakat sipil untuk mengawasi secara kritis proses seleksinya. Setelah komisioner ditunjuk, mereka meminta KEMITRAAN untuk membantu mendesain kelembagaan dan rekrutmen awal KPK, serta memainkan peran sebagai koordinator donor. Sangat jelas bahwa KEMITRAAN memainkan peran kunci dalam mendukung KPK untuk mengembangkan kapasitas dan strategi yang diperlukan agar dapat bekerja seefektif mungkin.

2003

Pada tahun 2003, KEMITRAAN menjadi badan hukum yang independen yang terdaftar sebagai Persekutuan Perdata Nirlaba. Pada saat itu, KEMITRAAN masih menjadi program yang dikelola oleh UNDP hingga akhir tahun 2009. Sejak awal tahun 2010, KEMITRAAN mengambil alih tanggung jawab dan akuntabilitas penuh atas program-program dan perkembangannya.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.