Universitas sebagai lembaga pendidikan tinggi memiliki potensi yang sangat besar dalam mencetak generasi yang unggul. Peran Mahasiswa sangat berpengaruh di tengah masyarakat, khususnya saat terjun dalam pemberdayaan masyarakat melalui program KKN (Kuliah Kerja Nyata). Selama proses KKN ini, tentunya mahasiswa diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat setempat.
Universitas Hasanudin di Makassar – Sulawesi Selatan termasuk salah satu perguruan tinggi yang mendorong peran mahasiswa di masyarakat melalui program KKN tematik perhutanan sosial. Mengingat kawasan hutan dan perhutanan sosial di Sulawesi Selatan cukup luas, hal ini dapat membantu mewujudkan implementasi pengelolaan perhutanan sosial yang optimal.
Universitas Hasanuddin memfasilitasi sebanyak 800-an mahasiswa sebelum melaksanakan KKN, pada 22-23 Juni 2022 bekerjasama dengan KEMITRAAN. Para mahasiswa yang nantinya akan ditempatkan di lokasi-lokasi perhutanan sosial di Sulawesi Selatan ini mendapatkan arahan dalam mengoperasikan Simpas. Simpas merupakan sebuah sistem informasi perhutanan sosial provinsi Sulawesi Selatan yang dikembangkan oleh Irendra Radjawali dan Rizal dari KEMITRAAN.
Tak hanya itu, Radja juga menyampaikan materi terkait ekonomi hijau mengenai pemanfaatan hasil perhutanan sosial. Dalam presentasinya, Radja menyampaikan bahwa, “Saat ini sudah banyak produk kopi lokal dari Toraja, misalnya produk Toraja Sapan. Produk kopi lokal juga bisa bersaing, sudah ribuan produk Toraja Sapan dari berbagai varian yang terjual di marketplace. Hal ini membuktikan bahwa pemanfaatan perhutanan sosial sangat berpotensi meningkatkan ekonomi masyarakat,” terangnya.
Selain pembekalan teknik penggunaan Simpas dan penyampaian materi terkait ekonomi hijau, perwakilan tim komunikasi KEMITRAAN juga memberikan pembekalan terkait teknis penulisan populer yang difasilitasi oleh Arif Nurdiansah. Penyampaian materi tentang kepenulisan populer ini sangat penting untuk menyebarluaskan informasi atau praktik baik selama menjalankan KKN. Terlebih, Arif mengatakan bahwa, “Menurut studi yang dilakukan The Conversation, menyebutkan bahwa 82 persen dari 1,5 juta tulisan ilmiah yang diterbitkan di jurnal ilmiah setiap tahunnya tidak pernah dijadikan rujukan.”
Dengan pertimbangan tulisan populer yang berjumlah 600-900 kata, informasi yang ditulis akan dibaca hingga selesai, alih-alih tulisan ilmiah yang berisi beberapa bab. Di samping itu, pertimbangan lainnya adalah tulisan populer dengan penggunaan bahasa yang dapat dimengerti sehari-hari, akan menjangkau audiens yang merupakan kalangan awam. Sehingga, tulisan populer dapat menjalankan fungsinya sebagai media edukasi untuk berbagai kalangan masyarakat. Arif juga menyampaikan, “Penting untuk diingat bahwa pembaca kita bukanlah ahli. Melalui tulisan populer, kita bisa menuliskan sesuatu yang kompleks dengan sederhana, tanpa mengurangi makna.”
Selain itu, materi terakhir untuk pembekalan KKN Perhutanan Sosial Universitas Hasanuddin terkait pengambilan fotografi dan video yang disampaikan oleh Communication Specialist KEMITRAAN, Sahl Wahono. Materi ini juga sangat penting untuk dapat memvisualisasikan praktik baik atau hasil temuan di lapangan. Mengutip dari Arbain Rambey, seorang fotografer senior, Sahl mengatakan bahwa, “Belajar foto adalah belajar cara pakai kamera dan memahami bahasa visual. Dalam foto yang bagus, ada 10% teknis, dan 90% pemahaman. Secara garis besar unsur foto itu ada 4 yaitu Teknis, Posisi, Komposisi dan Moment. Mulailah dengan posisi, komposisi, moment, karena foto yang bagus ditentukan oleh mind bukan teknis.”
Pada sesi akhir presentasi, Sahl memberikan konklusi bahwa, “Foto atau video yang bagus adalah yang pengambilan cahayanya benar, sehingga enak dilihat, dan dapat menyampaikan cerita yang menginspirasi audiens.”
Serangkaian pemaparan materi yang telah diberikan tim KEMITRAAN ini, harapannya dapat bermanfaat bagi mahasiswa Universitas Hasanuddin dalam pelaksanaan KKN Perhutanan Sosial tahun 2022, sehingga pemanfaatan, produksi serta publikasi terkait hasil hutan di Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan dapat meningkat pesat dan persebarannya menjangkau nasional hingga internasional.
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.