Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan bekerja sama dengan IDLO (International Development Law Organization) memfasilitasi upaya peningkatan efektivitas dalam pengelolaan pemulihan aset tindak pidana di Indonesia dan bantuan hukum timbal balik lintas batas negara melalui Program SIGAP. Salah satu pendekatan yang dilakukan adalah dengan peningkatan kapasitas aparat penegak hukum (APH) khususnya Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung RI dan institusi-institusi yang terkait. Pasca pelaksanaan pelatihan untuk pelatih ToT (training of trainers), Kemitraan kemudian melanjutkan kolaborasi dengan sejumlah Kementerian/Lembaga terkait dalam berbagi pengetahuan mengenai materi-materi yang didapatkan dari pelatihan tersebut secara internal di institusi masing-masing. Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk “Pelatihan Rekan Sejawat (Peer-to-Peer Training) tentang Pemulihan Aset Tindak Pidana dan Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana”. Pelatihan rekan sejawat yang pertama ini dilakukan pada 22 Juni 2018 di Gedung Sekretariat Mahkamah Agung RI, Jakarta. Peserta terdiri dari 35 orang hakim dari Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri di wilayah hukum Jabodetabek serta Hakim Tinggi Badan Litbang Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI. Peserta melakukan penilaian mandiri sebelum dan sesudah proses pelatihan yang bertujuan untuk menilai apakah pengetahuan yang dibagikan akan bermanfaat bagi mereka dalam menjalankan tugas sehari-sehari di institusi masing-masing.
Perwakilan dari Program SIGAP menyampaikan bahwa pelatihan rekan sejawat ini diharapkan dapat menciptakan para spesialis dalam bidang pemulihan aset di institusi negara yang bertanggung jawab dalam proses penegakan hukum dan memiliki beberapa kewenangan dalam hal pemulihan aset transnasional dan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana. Pelatihan ini dibuka oleh Monica Tanuhandaru selaku Direktur Eksekutif Kemitraan dan Dr. Zarof Ricar S.H., S. Sos., M.Hum., selaku Kepala Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI. Pelatihan dikemas dalam bentuk seminar sehari. Selama seminar berlangsung, para peserta belajar untuk memahami kejahatan keuangan, instrumen hukum nasional dan-internasional yang berkaitan dengan pemulihan aset, serta metode-metode yang digunakan dalam pemulihan aset.
Menurut Setyo Bimo Anggoro selaku Komisaris Polisi Penyidik OJK, kejahatan keuangan sering kali dilakukan dengan menggunakan jasa gatekeeper atau pihak lain yang membantu melakukan kejahatan. “Misalnya dalam kasus Gayus Tambunan di mana yang bersangkutan menggunakan jasa konsultan pajak,” kata Bimo. Pada sesi kedua, M. Yusfidli mengatakan,“dalam rezim pemulihan aset, instrumen hukum anti pencucian uang merupakan salah satu kunci suksesnya,” tutur M. Yusfidli Adhyaksana, S.H., L.L.M., dari Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung RI selaku salah satu pelatih dalam kegiatan ini.
Bapak Yusfidli juga menambahkan bahwa, koordinasi dan komunikasi di antara para pemangku kepentingan sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pemulihan aset. Sebagai contoh, beberapa hal penting yang perlu dipastikan adalah alur koordinasi dan teknis pelaksanaan mulai dari mekanisme pelacakan, pengamanan, perampasan hingga pengembalian aset antara kementerian dan lembaga terkait dengan Central Authority di Kementerian Hukum dan HAM RI dalam hal bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana (mutual legal assisstance in criminal matters), tutup Bapak Yusfidli. (shabs)
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.