Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) jadi persoalan masif dan merupakan tantangan besar, terutama di lahan gambut. Selain sulit dipadamkan, dampaknya juga lintas sektor dari mulai rusaknya ekosistem, hingga kesehatan serta ekonomi warga.
Salah satu upaya pemerintah untuk menyelesaikan persoalan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Indonesia adalah melalui kerja sama dengan Afrika Selatan dalam bingkai South-South Cooperation.
“Saat itu ada Kemenko Perekonomian, KLHK dan BNPB kerja sama dengan Afrika Selatan. Sistem klaster yang diterapkan, kita replikasi untuk pencegahan Karhutla di Indonesia.” Terang Hasbi Berliani, Program Direktur KEMITRAAN di hadapan peserta konsultasi multi pihak terkait kebijakan dan kelembagaan, serta uji publik rancangan peraturan bupati tentang pencegahan Karhutla terpadu berbasis klaster.
Program yang sedang dijalankan oleh lembaganya merupakan bagian dari tindak lanjut kerja sama yang pernah diimplementasikan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2018. Selain Pelalawan, dua wilayah lain yang rawan Karhutla juga menjadi daerah pilot program.
“Selain Pelalawan, pilot kegiatan juga dilaksanakan di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) di Provinsi Sumatera Selatan dan Kabupaten Pulang Pisau di Provinsi Kalimantan Tengah. Harapannya, tiga daerah pilot dapat berkontribusi signifikan terhadap upaya pencegahan Karhutla saat ini dan masa depan.” Terangnya.
Senada dengan Hasbi, Direktorat Pengendalian Karhutla- KLHK, Anis Susanti Aliati, dalam paparannya menyebut program ini sudah dilaksanakan sejak tahun 2018 di Sumatera Selatan, Riau, dan Kalimantan Tengah, dengan melibatkan peran serta pemegang izin usaha perhutanan dan perkebunan.
“Swasta diberi tanggung jawab untuk melakukan pencegahan kebakaran dan pembinaan masyarakat, tidak hanya di wilayahnya melainkan juga pada radius 3-5 Km dari wilayah konsesi.” Terangnya.
Hanya saja menurut beliau saat itu upaya yang dilakukan belum optimal, salah satunya karena faktor ketiadaan payung hukum.
“Oleh karenanya saya sangat mengapresiasi jika Kabupaten Pelalawan berinisiatif membuat payung hukum pencegahan yang terkoordinasi.” Ucapnya seraya mendukung inisiatif baik yang dilakukan oleh Pemkab Pelalawan.
Dalam rangka mendapat masukan dari berbagai pihak, Rancangan Peraturan Bupati (Ranperbup) pencegahan Karhutla terpadu berbasis klaster saat ini (10/11/2021) sedang dilakukan uji publik.
Hadir dalam kegiatan yang dilakukan secara daring maupun luring antara lain, perwakilan dari Kemenko Marves (Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi), KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), Kementerian Pertanian dan Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri).
Hadir pula Kepala BPBD Provinsi dan Bagian Hukum Provinsi Riau, perwakilan organisasi masyarakat (Kalpitra, Fitra Riau, WALHI Riau dan Rel Akhlag), Asosiasi Petani, Gapki dan perusahaan pemegang izin konsesi yang ada di Kabupaten Pelalawan.
Saat membacakan sambutan Bupati, Asisten I, Zulhelmi menyebut peraturan ini ke depan akan menjadi pedoman bersama sehingga pencegahan Karhutla dapat dilakukan dengan efektif dan efisien.
“Setiap pihak, terutama pengguna lahan (telah) memiliki kegiatan-kegiatan pencegahan karhutla, dan hampir semuanya telah melaksanakan dengan baik di wilayah masing-masing, tapi belum ada koordinasi dalam pelaksanaan sehingga dirasa kurang efisien dan efektif.” Ungkapnya.
Pada prosesnya, penyusunan Ranperbup pencegahan Karhutla merupakan bagian dari implementasi Program Strengthening Indonesian Capacity for Anticipatory Peat Fire Management (SIAP-IFM) yang dilaksanakan oleh KEMITRAAN dan Pemkab Pelalawan, dengan dukungan dana dari UNEP (United Nations of Environment Programme) melalui bantuan dari USAID.
Selain menguatkan koordinasi multi pihak di level kabupaten, upaya pencegahan juga dilakukan hingga tingkat desa, melalui pembangunan sumur antisipasi kebakaran hutan dan lahan gambut (Sumur Akhlag).
Menurut pencetus Sumur Akhlag, Ipda. Hasoloan Samosir, ide pembuatan sumur menggunakan pipa di lahan gambut berawal dari kesulitannya mencari sumber air untuk pemadaman Karhutla di tahun 2014.
“Lahan gambut ini air, hanya tidak dapat dilewati perahu. Saat menemukan paralon bekas, saya tancapkan dan logika saya benar, keluar air yang cukup untuk memadamkan Karhutla.” Jelasnya.
Saat ini, terdapat lebih dari 50 Sumur Akhlag yang tersebar di seluruh desa dan kelurahan dan akan terus ditambah ke depan, terlebih Kapolda, Kapolres, Pemkab Pelalawan, serta organisasi masyarakat sipil mendukung gerakan pembuatan Sumur Akhlag.
“Awalnya untuk pmemadamkan api. Namun melihat kebakaran di lahan gambut yang sulit dipadamkan, saat ini telah dikembangkan untuk pembasahan lahan gambut, sehingga selain untuk pertanian juga dapat mencegah Karhutla sedari awal.” Harapnya.
Dengan upaya yang sedang dan akan terus dilakukan, Johan Kieft dari UNEP berharap kita bisa menuju cita-cita untuk mengakhiri persoalan Karhutla di Pelalawan.
Ditulis oleh: Arif Nurdiansah. Penulis Bekerja di Partnership for Governance Reform (KEMITRAAN).
Artikel ini adalah opini penulis. Artikel ini pernah tayang di Kumparan.
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.