Salah satu jurnalis dalam buku ini, Yuliani, yang bekerja di Gatra, menuliskan reportase praktik illegal drilling di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) Sumatera Selatan. Ia mengakui bahwa liputan investigasi tema ini sangat menantang. “Sangat sulit mendapatkan informasi untuk liputan investigasi illegal drilling. Belum lagi saat ke lokasi yang banyak terdapat sumur minyak, kami dihadapkan dengan warga lokal yang penuh curiga. Bahkan saya harus menyamar agar bisa dipermudah akses masuk ke lokasi sumur meledak. Manfaat yang saya dapat dari pelatihan dengan AJI dan KEMITRAAN sangat banyak, termasuk bagaimana cara menggali isu dan mengembangkan tulisan. Saya juga bisa belajar dari pengalaman teman-teman lain dan mentor sehingga menjadi bekal saya untuk berani meliput isu ini,” ungkap Yuliani
Dian Patria selaku Ketua Satgas Direktorat Wilayah V Koordinasi dan Supervisi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menanggapi bahwa lembaganya siap bermitra dengan pihak terkait untuk menindaklanjuti kasus-kasus yang diangkat para jurnalis dalam buku ini. “KPK mendukung kegiatan ini karena ketika jurnalis menemukan ada pembiaran di balik kasus kejahatan lingkungan maka biasanya pelanggaran ini sarat dengan gratifikasi. Kita butuh jurnalisme yang independen. Cover both sides. Aliansi jurnalis ini perlu diperluas dengan berkolaborasi dengan tokoh agama, adat, akademisi di daerah setempat. Kita harus dorong mereka menyuarakan pendapatnya mendukung teman-teman dari media,” ungkap Dian.
Ir. Antonius Sardjanto Setyo Nugroho, MKKK, Kepala Sub Direktorat Penyidikan Tindak Pidana Lingkungan Hidup, Kementerian LHK menegaskan dari liputan yang ditulis para jurnalis dalam buku ini, pada dasarnya dapat ditindaklanjuti karena alat bukti awalnya sudah ada. Antonius juga menekankan pentingnya peran jurnalis dalam kasus kejahatan lingkungan, “Saat melakukan penanganan kasus dan sudah berhasil, kami mengadakan konferensi pers. Di situlah peran media dalam mempublikasikan kasus supaya ada efek jera. Kadang orang tidak tahu bahwa ada orang yang dipenjara atau ditindak tegas karena melakukan kejahatan lingkungan,” tambah Antonius.
Ariodilah Virgantara, Direktur Penertiban Pemanfaatan Ruang, Ditjen Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, Kementerian ATR/BPN, menyatakan bahwa liputan-liputan investigasi yang tercantum dalam buku ini bisa dimanfaatkan dalam laporan masyarakat ataupun input yang dapat dikirimkan melalui ruangsekre.ppnspr@gmail.com. “Kemudian bisa kami tindaklanjuti untuk pengenaan sanksi administrasi maupun pidana. Selanjutnya data-datanya bisa disampaikan lalu kita bisa adakan kegiatan lanjutan. Pelanggaran tata ruang ini banyak sekali aspeknya. Sehingga dalam penyelesaiannya perlu kolaborasi antara Kementerian dan lembaga, Pemprov, Pemda dan aparat penegak hukum,” ungkap Ariodilah.
Laode M. Syarif mengingatkan bahwa pihak pemerintah tidak bisa menyelesaikan kasus kejahatan lingkungan tanpa bantuan pihak lain karena seringkali melibatkan orang yang memegang jabatan publik tertentu. “Pemerintah membutuhkan kawan, khususnya dari jurnalis. Agar isu-isu ini bisa diperkuat ke depannya. Dari buku ini juga jelas bahwa faktanya ada link antara satu dengan lain,” tegas Laode saat menutup acara.
Siaran pers, dokumentasi acara, buku Karut Marut Bisnis Tambang dan Sawit di Pulau Sumatera dan Sulawesi serta paparan narasumber dapat diunduh di sini.
Tonton siaran ulang acara peluncuran buku di
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.