Pekalongan, 17 November 2022 – Banjir rob yang terjadi di Kota Pekalongan sudah dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Dampaknya tidak hanya memengaruhi sektor terkait pesisir seperti perikanan dan pariwisata, tetapi juga dapat menciptakan efek domino pada sektor-sektor pembangunan lainnya. Jika masalah ini terus dibiarkan, ada kemungkinan bahwa kota yang dikenal sebagai kota batik akan tenggelam. Untuk itu, diperlukan kerja sama dan kolaborasi semua pihak agar dapat mengurangi dampak perubahan iklim.
Melalui Program Adaptation Fund (AF), KEMITRAAN – Partnership for Governance Reform berupaya turut serta menanggulangi permasalahan tersebut dengan aksi 3M (Melindungi, Mempertahankan, Melestarikan) dengan tujuan membangun ketahanan kota pesisir terhadap dampak perubahan iklim dan bencana alam di Kota Pekalongan. Salah satu wujud aksi dari program tersebut adalah rencana pembuatan sistem informasi kelurahan yang diberi nama KIBAS (Ketahanan Iklim Berbasis Masyarakat) yang didiskusikan pada 17 November 2021 di Hotel Sidji, Kota Pekalongan.
“Tujuan diskusi hari ini adalah untuk menyampaikan perkembangan KIBAS ke stakeholder terkait, mulai dari pemerintah daerah, lembaga, komunitas, akademisi, hingga jurnalis. Selain itu juga menggali perspektif atau masukan agar data dan informasi yang ditampilkan di KIBAS sudah sesuai dengan kebutuhan pengguna,” kata Andi Kiki, Team Leader Program AF Pekalongan.
Kiki juga menambahkan, KIBAS merupakan inovasi untuk menjawab fenomena bencana alam di Pekalongan. Karena sistem ini mampu menyajikan kondisi perubahan lingkungan yang terjadi secara real time. “Hal yang membedakan KIBAS dengan aplikasi atau website lain adalah informasi yang dimunculkan adalah hasil verifikasi data antara BMKG, Pusaka, Peta Bencana, portal berita-berita, dan digabungkan dengan Wadul Aladin, yakni whatsapp aduan dari masyarakat langsung ke pemerintah Kota Pekalongan. Sehingga KIBAS ini adalah inovasi sistem dari, oleh, dan untuk masyarakat Kota Pekalongan,” jelas Kiki.
Dalam proses perencanaan hingga implementasi pembuatan KIBAS, peran dan keterlibatan masyarakat sangat dibutuhkan. Tujuannya untuk mendapatkan informasi relevan dengan persoalan yang terjadi di lapangan dan mendorong masyarakat agar mereka merasa memiliki program ini. Selain itu, juga karena sumber informasi ada di masyarakat, baik dari segi supply data maupun dari segi cerita praktek-praktek baik aksi adaptasi perubahan iklim di daerah mereka.
“KIBAS merupakan wadah komunikasi digital yang menampilkan informasi kebencanaan, seperti data cuaca, tinggi gelombang laut, hingga kanal pengaduan bencana, sehingga bisa memberikan early warning system bagi masyarakat Kota Pekalongan,” ujar Kusuma Adi Achmad selaku Kepala Bidang Aplikasi dan Persandian Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Pekalongan.
Di akhir diskusi, salah satu peserta berharap KIBAS bisa berkolaborasi dengan hasil penelitian mahasiswa dan media sosial lokal. “Kita bisa kolaborasi karena penelitian kami juga tentang aplikasi kebencanaan. Bisa juga kolaborasi dengan akun Instagram @pekalonganinfo karena media sosial lebih mudah, cepat, dan responsif,” tutup Eko Budi perwakilan dari STIMIK Widya Pratama.
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.