Jakarta – Penandatanganan Nota Kesepahaman MoU antar Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Dirjen Otonomi Daerah yang diwakili oleh Sekjen Kemendagri Muhammad Hudori dengan Direktur Eksekutif Kemitraan Laode Muhammad Syarif, MoU tersebut bertujuan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan. Kegiatan Penandatanganan MoU tersebut dilaksanakan di Gedung A kantor pusat Kemendagri Jl. Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (13/07/2020).
Sebelum dilakukannya acara MoU tersebut, Dirjen Otonomi Daerah, Kemendagri Akmal Malik menyampaikan dalam sambutannya beberapa hal penting yang ingin dicapai atas kerjasama dalam pelibatan Badan Hukum Independent dalam proses penyelenggaraan evaluasi pemerintah daerah tersebut.
Pertama, sebagai acuan untuk eksternal validitas dan dasar penguatan hasil evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah di tingkat Nasional;
Kedua, sebagai umpan balik atas feed back dan dasar untuk perbaikan kinerja tata kelola pemerintah serta pelayanan publik, meningkatkan efisiensi, pengelolaan anggaran yang bermanfaat berdasarkan sumber daya serta menciptakan iklim pengembangan dan investasi yang kondusif di tingkat provinsi/kabupaten dan kota;
Ketiga, masyarakat sipil kita harapkan mendapatkan umpan balik terkait kinerja mereka serta mendapatkan informasi terkait kinerja pemerintahan dasar sebagai acuan dan dasar untuk meningkatkan efektivitas peran aktif masyarakat sipil dan proses-proses pembaharuan. Sektor-sektor swasta juga akan lebih memahami dan mendapatkan umpan balik bagaimana dampak kinerja dan tata kelola pemerintahan serta iklim investasi di daerah tersebut; serta
Keempat, tercapainya pembangunan berkelanjutan karena sebelum regulasi yang akan dijadikan hukum telah mengalami pembaharuan.
Selain itu, Akmal juga menaruh harapan besar sehingga kerjasama tersebut, Lembaga Independen terkait dapat melakukan pengukuran tata kelola secara komprehensif untuk mendukung pencapaian program prioritas Nasional yang ditujukkan dengan meningkatnya kohesivitas daerah dan percepatan investasi sebagaimana yang diharapkan oleh Bapak Presiden Jokowi.
“Kita berharap kiranya dengan pelibatan Badan Hukum Independent dalam proses evaluasi penyelenggaraan pemerintahan yang menggunakan indikator yang lebih komprehensif maka program antar sektor, baik ditingkat provinsi/kabupaten dan kota dapat lebih mudah dikoordinasikan,” tuturnya.
Adapun pelibatan Badan Hukum Independent juga sejalan dengan amanat dan ketentuan PerUU, diantaranya: UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah; Peraturan Pemerintah Nomor.13 Tahun 2019 tentang Laporan dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah; dan Pasal 27 ayat 3 Permendagri Nomor.18 Tahun 2002 tentang Peraturan Pelaksana Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 2019 tentang Laporan dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang mengamanatkan bahwasannya Tim Nasional yang melakukan evaluasi kinerja penyelenggara dapat dibantu oleh Badan Hukum Independent.
“Jadi kalau secara legalitas apa yang kita lakukan pada hari ini sudah memenuhi ketentuan-ketentuan per-UU-an. Bahwa Kemendagri telah melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintah daerah yang telah berjalan lebih dari 10 tahun sejak tahun 2009 yang lalu dimana dalam melakukan evaluasi yang dimaksud kita menggunakan indikator yang kita sebut dengan indikator kinerja kunci,” terangnya.
Lalu, dua aspek kinerja kunci tersebut ialah aspek pengambilan kebijakan oleh Kepala Daerah dan DPRD serta aspek tata laksana kebijakan yang dilakukan oleh organisasi perangkat daerah. Hasil evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah pun akan menjadi dasar bagi pemerintah pusat untuk melihat tingkat penyelenggara pemerintah, baik di tingkat provinsi/kabupaten dan kota sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh Kemendagri. Evaluasi penyelenggaraan kinerja pemerintah daerah hanya dapat menilai penyelenggara pemerintahan, baik penilaian terhadap kepala daerah, DPRD dan organisasi perangkat daerah. Namun tidak dapat melakukan pengukuran pada ranah masyarakat dan pejabat politik lainnya.
Tak kalah penting, di sisi lain kemitraan atau partnership telah mengembangkan Indonesia Governance Index (IGI) yang merupakan serangkaian indikator yang digunakan untuk mengukur tata pemerintahan yang pertama kali diinisiasi oleh Kemitraan bagi pembaharuan tata pemerintahan sejak tahun 2007 yang telah juga berupaya pada berbagai permasalahan tata kelola pembangunan di negeri ini. Selain itu, Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian juga memberikan arahan pada hasil evaluasi kinerja Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) untuk melibatkan masyarakat sipil agar penilaian lebih objektif.
“Beliau mengatakan betapa banyaknya pihak-pihak yang selalu melakukan lobby agar mendapatkan nilai yang baik. Itu yang beliau katakan kenapa pentingnya lembaga-lembaga independet yang membngun integritas sehingga hasil yang kita peroleh itu lebih bisa dipertanggungjawabkan,” jelasnya.
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.