Sampai hari ini undang-undang di Indonesia belum mengatur secara lengkap masalah ‘penelusuran dan pemulihan aset’. Permasalahan ini bahkan telah menjadi temuan UNCAC Implementation Review Mechanism (IRM) dari UNODC dan merekomendasikan kepada pemerintah republik Indonesia untuk segera membuat peraturan nasional yang memuat ketentuan yang lengkap tentang asset tracing dan asset recovery. Sayang sekali sampai dengan ditulisnya laporan ini, belum ada tanda-tanda dari pemerintah dan parlemen untuk merampungkan RUU Perampasan Aset untuk memberikan dasar hukum yang jelas dalam penelusuran dan pemulihan aset yang berasal dari kejahatan.
KEMITRAAN juga melihat bahwa permasalahan penelusuran dan pemulihan aset sering dikaitkan dengan pindak pidana korupsi saja, padahal tindak kejahatan lainpun memiliki keterkaitan dengan isu-isu penelusuran dan pemulihan aset. Tindak pidana lingkungan hidup dan sumber daya alam, tindak pidana narkoba, dan tindak pidana ekonomi lainnya di sektor perbankan dan jasa keuanganadalah contoh-contoh tindak pidana yang membutuhkan penelusuran dan pemulihan aset. Disamping itu, diskursus penelusuran dan pemulihan aset banyak disangkutkan dengan pidana, padahal dalam praktik dan perkembangannya di dunia internasional juga erat kaitannya dengan gugatan keperdataan dan non-pemidanaan.
Sadar akan hal itu dan dalam rangka untuk meningkatkan upaya (ikhtiar) dalam memperbaiki tata hukum Indonesia, KEMITRAAN melakukan kajian dan penyusunan kertas kebijakan dengan mengkhususkan diri pada kejahatan lingkungan dan sumber daya alam.
Kertas kebijakan disusun dengan tujuan untuk menelaah kecukupan regulasi terkait kebijakan tata kelola penelusuran dan pemulihan aset dari tindak pidana di bidang SDALH,termasuk kesesuaiannya dengan kerangka norma pemulihan aset dari tindak pidana (asset recovery) sebagaimana diatur dalam UNCAC, utamanya dari segi (i) kerangkahukum terkait pemulihan aset, (ii) prosedur pemulihan aset melalui pemidanaan; dan (iii) prosedur pemulihan aset tanpa pemidanaan.
Sementara itu laporan riset disusun dalam 2 (dua) bab yang membahas kerangka hukum pemulihan aset dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, baik itu dalam peraturan non sumber daya alam dan lingkungan hidup maupun peraturan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Perlu kami sampaikan bahwa Laporan Kajian ini telah dikomunikasikan dan dikonsultasikan dengan sejumlah pemangku kepentingan (stake holders), khususnya para praktisi yang terdiri dari perwakilan ahli dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kejaksaan, Kepolisian, Pengadilan, dan akademisi, serta lembaga swadaya masyarakat yang memiliki ketertarikan khusus pada isu-isu anti-korupsi dan kejahatan lingkungan dan sumber daya alam.
Semoga kedua dokumen ini dapat memperkaya informasi dan meningkatkan ilmu kita dalam bidang penelusuran dan pemulihan aset kejahatan di bidang lingkungan hidup dan sumber daya alam, serta memberikan sumbangsih dalam merampungkan pengundangan ‘RUU tentang Perampasan Aset’ yang tak kunjung selesai didiskusikan oleh pemerintah dan parlemen.
Demi negeri, demi kemanusiaan, dan demi alam yang menghidupi.
Unduh Laporan Riset Kebijakan Tata Kelola Penelusuran dan Pemulihan Aset dari Tindak Pidana Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
Unduh Policy Brief Kebijakan Tata Kelola Penelusuran dan Pemulihan Aset dari Tindak Pidana Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.