Sejak transisi demokrasi pada tahun 1998, Indonesia telah mengembangkan serangkaian kebijakan antikorupsi serta lembaga penegak hukum yang mampu menindak para pejabat tinggi. Namun, pada saat itu upaya Indonesia mengatasi korupsi hanya berfokus pada korupsi secara langsung – elemen pertama dari seruan populer melawan “korupsi, kolusi, dan nepotisme”. Dengan demikian, belum banyak kemajuan yang dicapai dalam mengatasi kolusi dan nepotisme, termasuk perilaku yang terkait dengan konflik kepentingan. Padahal konflik kepentingan merupakan bagian penting dalam korupsi di Indonesia.
Melalui program USAID INTEGRITAS, KEMITRAAN dan mitra konsorsiumnya yakni Indonesia Corruption Watch (ICW), Transparency International – Indonesia (TI-I), dan Basel Institute on Governance – bekerja untuk meningkatkan dibuat dan diimplementasikannya kebijakan yang mencegah konflik kepentingan atau conflict of interest (COI).
Panduan konflik kepentingan yang baru yang dirilis ini dibangun berdasarkan upaya pelibatan pemangku kepentingan terkait dan juga penelitian konsorsium USAID INTEGRITAS, termasuk Analisis Kesenjangan Konflik Kepentingan, studi kasus konsorsium, dan praktik-praktik terbaik internasional yang relevan. Panduan konflik kepentingan ini juga memasukkan topik sextortion atau pemerasan seksual dan merupakan salah satu panduan konflik kepentingan pertama di Indonesia yang membahas masalah ini secara eksplisit.
Panduan yang dihasilkan ini berfungsi sebagai referensi yang dapat diterapkan untuk mengatur konflik kepentingan di Indonesia, yang mencakup kerangka hukum dan desain kelembagaan. Panduan konflik kepentingan ini dirancang secara teknis dan ringkas, sehingga memudahkan bagi para pemangku kepentingan dalam menggunakannya secara praktis.
Penyusunan panduan ini difasilitasi oleh Basel Institute on Governance, bekerja sama dengan KEMITRAAN, ICW, dan TI-I. Versi asli panduan ini dibuat dalam bahasa Inggris oleh Basel Institute dan diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh KEMITRAAN.
Panduan ini dihasilkan dengan dukungan dana dari rakyat Amerika melalui United States Agency for International Development (USAID). Materi dalam publikasi ini semata-mata tanggung jawab dari Basel Institute on Governance dan KEMITRAAN dan tidak mencerminkan pandangan dari USAID atau Pemerintah Amerika Serikat.
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.