Beranda / Book

Inklusi Sosial – Sepuluh Kisah Peduli Masyarakat Adat dan Lokal Terpencil Nusantara

Cover Buku Inklusi Sosial

Tak kenal maka tak sayang. Peribahasa ini sangat tepat menggambarkan masyarakat adat di Indonesia.

Sering disebut dalam obrolan, ditulis dalam laporan, dan dipidatokan oleh pejabat dan politisi, juga diadvokasi oleh para aktivis. Namun sekalipun begitu, masih banyak mitos, stigma dan prasangka yang melingkupi masyarakat adat. Sekian lama terjadi upaya menyangkal kemajemukan Indonesia. jika kita jujur pada diri sendiri dan peduli, sebenarnya masih banyak kelompok masyarakat adat yang mengalami diskriminasi dan menerima stigma negatif.

Stigma yang identik dengan masyarakat adat tersebut adalah orang gunung, orang laut, orang hutan, atau orang dusun  — yang semuanya berkonotasi merendahkan. Juga dianggap kotor, kumal, kucel, malas, bodoh, lugu, bau, bawa penyakit, sampah masyarakat, tak terpelajar, terbelakang, kampungan, kasar, primitif, penganut ilmu hitam, percaya klenik, dan semacamnya yang menyebabkan mereka tidak diterima secara wajar dalam pergaulan sosial. Mereka hidup mengelompok, tersekat oleh batas geografis yang mengisolasi mereka, maupun terhalang garis imajiner akibat sekat-sekat sosial yang membuat mereka berbeda dengan kelompok lainnya.

Koalisi masyarakat madani, yang telah sepuluh tahun ini mendorong Rancangan undang-undang Masyarakat adat, menengarai setidaknya ada enam hak masyarakat adat yang terus-menerus dilanggar. Hak-hak tersebut tidak dapat dipisahkan dan melekat satu sama lain, serta harus diakui untuk pencapaian kemanusiaan hakiki bagi masyarakat adat. hak-hak itu termasuk, namun tak terbatas pada: hak atas Budaya Spiritual; hak Perempuan adat; hak anak dan Pemuda adat; hak atas lingkungan hidup; hak atas Persetujuan Bebas tanpa Paksaan, Didahulukan dan Diinformasikan (Free, Prior, and Informed Consent, disingkat FPIc), dan hak atas ulayat adat.

Baca buku utuhnya dengan mengunduh buku Inklusi Sosial di sini.

2016

Pada bulan Maret 2016, KEMITRAAN menerima akreditasi internasional dari Adaptation Fund. Dewan Adaptation Fund, dalam pertemuannya yang ke-27, memutuskan untuk mengakreditasi KEMITRAAN sebagai National Implementing Entity (NIE) dari Adaptation Fund. KEMITRAAN menjadi lembaga pertama dan satu-satunya lembaga Indonesia yang terakreditasi sebagai NIE Adaptation Fund di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

 

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

 

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

2000-2003

KEMITRAAN memainkan peran krusial dalam mendukung pengembangan undang-undang untuk membentuk KPK. Hal ini diikuti dengan langkah mendukung Pemerintah dan DPR dalam memilih calon komisioner yang kompeten dan juga mendukung kelompok masyarakat sipil untuk mengawasi secara kritis proses seleksinya. Setelah komisioner ditunjuk, mereka meminta KEMITRAAN untuk membantu mendesain kelembagaan dan rekrutmen awal KPK, serta memainkan peran sebagai koordinator donor. Sangat jelas bahwa KEMITRAAN memainkan peran kunci dalam mendukung KPK untuk mengembangkan kapasitas dan strategi yang diperlukan agar dapat bekerja seefektif mungkin.

2003

Pada tahun 2003, KEMITRAAN menjadi badan hukum yang independen yang terdaftar sebagai Persekutuan Perdata Nirlaba. Pada saat itu, KEMITRAAN masih menjadi program yang dikelola oleh UNDP hingga akhir tahun 2009. Sejak awal tahun 2010, KEMITRAAN mengambil alih tanggung jawab dan akuntabilitas penuh atas program-program dan perkembangannya.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.