Keragaman budaya, suku, ras, hingga adat istiadat yang ada di Indonesia menjadi kekayaan tersendiri bagi suatu bangsa, tak terkecuali masyarakat adat. Keanekaragaman hayati yang terjaga serta rimbunnya hutan di Indonesia tidak lepas dari tangan-tangan masyarakat adat sebagai garda terdepan yang menjaga kelestarian alam. Namun, keberadaan masyarakat adat yang jauh dari daerah perkotaan, membuat perannya tak muncul ke permukaan.
Terlebih perihal pembangunan, masyarakat adat kerap kali terpinggirkan, tak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, sehingga kebijakan yang dibuat justru merugikan keberlangsungan hidup mereka dan berpotensi merusak lingkungan. Tak heran jika masyarakat adat kemudian menjadi kelompok marginal dan terampas hak dasarnya sebaga anggota masyarakat. Hal ini disebabkan dampak dari pembangunan rezim orde baru yang bergantung pada ekstraksi dan eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA), sehingga dapat meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi serta investasi asing. Padahal, masyarakat adat merupakan bagian dari kebudayaan dan identitas Indonesia.
Oleh karenanya, penting menerapkan pendekatan inklusi sosial dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia. KEMITRAAN mengupayakan hal tersebut melalui Program Peduli yang berusaha menjangkau kelompok marginal, dalam hal ini adalah masyarakat adat, untuk memperoleh akses terhadap pemenuhan hak dasarnya dan terlibat dalam kegiatan sosial, menentukan arah pembangunan, sehingga dapat mendorong terwujudnya kebijakan yang lebih inklusif.
Dalam implementasi Program Peduli, tidak hanya data dan angka yang disuguhkan, melainkan jejak pendampingan para penggiat inklusi sosial dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat juga hadir dalam buku CERITA DARI NEGERI INKLUSI: Sebuah Kidung untuk Keragaman Indonesia. Kisah-kisah yang terdokumentasi dalam buku ini harapannya dapat menginspirasi dan menjadi pembelajaran bersama untuk membentuk model dan metode pendampingan masyarakat adat yang lebih baik.
Buku CERITA DARI NEGERI INKLUSI: Sebuah Kidung untuk Keragaman Indonesia