Beranda / Publication

KEMITRAAN Libatkan Masyarakat Adat Tekan Emisi Karbon Lewat Program EnABLE

SAMARINDA – KEMITRAAN melibatkan masyarakat adat dan kelompok rentan untuk mengurangi emisi karbon lewat program Enhancing Access to Benefits while Lowering Emission (EnABLE). Hal ini menjadi salah satu hasil Rapat Konsultasi Multistakeholder ke III Program EnABLE di Hotel Aston, Samarinda, Kalimantan Timur, pada 14-15 Januari 2025.

Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan pemerintah Kalimantan Timur termasuk dari Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim, Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Sekda Prov Kalimantan Timur, Asisten Perekonomian dan Administrasi Pembangunan, Dinas Sosial Prov Kaltim, Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Prov Kaltim, Badan Riset dan Inovasi Daerah Prov Kaltim, Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Prov Kaltim (BPKAD) serta perwakilan dari Kementrian Perhutanan Pusat, serta perwakilan dari Bank Dunia, Kemitraan dan mitra pembangunan/Organisasi Masyarakat Sipil di Kalimantan Timur seperti Global Green Growth Institute (GGGI), USAID SEGAR, WWF Indonesia, Yayasan BUMI, Yayasan BIOMA, Kawal Borneo Community Foundation (KBCF), Yayasan PADI, Nurani Perempuan Kaltim, Perusda Sylva Kaltim Sejahtera, Yayasan Bikal, Yayasan Konservasi Khatulistiwa, Lembaga Bina Banua Putijaji, dan Center for Social Forestry (CSF) Universitas Mulawarman.

Dalam pertemuan tersebut, pembahasan difokuskan pada proses pendampingan untuk percepatan pengakuan masyarakat adat. Diskusi dimulai dari gambaran umum di tingkat nasional, kondisi di Kalimantan Timur, hingga berbagi pengalaman lapangan oleh mitra pembangunan dalam pendampingan masyarakat adat yang tersebar di sejumlah kabupaten. Sebab pelibatan aktif masyarakat adat dan sejumlah kelompok rentan seperti perempuan dalam upaya mengurangi emisi karbon dengan menjaga hutan masih perlu ditingkatkan.

“Kami menyambut baik program EnABLE karena mendukung pemerintah dalam meningkatkan partisipasi masyarakat rentan dan marjinal di Kalimantan Timur untuk mendapat manfaat karbon dan non-karbon,” ujar Kepala Biro Perekonomian Provinsi Kalimantan Timur Iwan Darmawan.

Iwan pun mengingatkan pentingnya melibatkan mitra pembangunan di daerah, khususnya mitra pembangunan yang selama ini aktif melakukan pendampingan di tingkat tapak. Selain itu, kriteria desa calon penerima manfaat Program EnABLE yang menjadi rumah bagi masyarakat adat dan kelompok rentan juga telah disepakati. Desa-desa yang diprioritaskan adalah desa yang menerima dana Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) dan memiliki potensi besar dalam pengurangan emisi. Desa-desa tersebut berada di lokasi terisolir, memiliki tingkat kemiskinan tinggi, serta belum banyak menerima intervensi program dari pemerintah. Kriteria ini diharapkan dapat memastikan keberlanjutan manfaat program bagi kelompok masyarakat marjinal, terutama komunitas adat dan perempuan. Sementara itu, Emcet Oktay Tas selaku Task Team Leader Program EnABLE Bank Dunia, berharap lewat pertemuan ketiga ini dapat menghasilkan rumusan kesepakatan untuk implementasi program.

“Kolaborasi yang kuat antara pemerintah Kaltim, KEMITRAAN sebagai mitra pelaksana di tingkat nasional, dan mitra pembangunan sebagai pelaksana program di tingkat lokal menjadi kunci suksesnya program ini,” ujar Emcet.

Berdasarkan aturan internasional mekanisme pengadaan Bank Dunia, KEMITRAAN juga akan menyampaikan pengumuman terbuka. Tujuannya untuk mengundang mitra pembangunan di Kalimantan Timur untuk mengajukan surat pernyataan minat (Expression of Interest) dan proposal untuk menjadi mitra pelaksana.

Adapun Hasbi Berliani selaku Direktur Sustainable Governance Community (SGC) KEMITRAAN, menekankan bahwa meskipun sumber pendanaan Program EnABLE berbeda, pelaksanaannya tetap bertujuan untuk mendukung Program FCPF.

“Oleh karena itu, kedua program ini harus saling melengkapi dan mendukung satu sama lain,” ujar Hasbi.

Tentang Program EnABLE
Program EnABLE Phase 2 adalah proyek yang bertujuan untuk meningkatkan akses kelompok rentan dan marjinal dalam Program Penurunan Emisi Kalimantan Timur (ERP). Program ini memberikan dukungan strategis untuk menciptakan lingkungan yang mendukung inklusi sosial, terutama dalam mengakses manfaat karbon dan non-karbon dari Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) sesuai dengan rencana pembagian manfaat (Benefit Sharing Plan).

Program EnABLE memiliki tiga komponen utama yang saling mendukung untuk memastikan keberhasilan implementasi dan dampak yang positif. Komponen pertama adalah peningkatan kapasitas dan kesadaran pemangku kepentingan untuk mendukung pelaksanaan ERP yang inklusif. Komponen kedua berfokus pada pemberian dukungan untuk mata pencaharian yang inklusif, berkelanjutan, ramah lingkungan, serta praktik rendah karbon. Komponen terakhir mencakup pengelolaan proyek secara efektif, pemantauan dan evaluasi implementasi, serta penyebarluasan pengetahuan dan pembelajaran kepada para pihak terkait.

2016

Pada bulan Maret 2016, KEMITRAAN menerima akreditasi internasional dari Adaptation Fund. Dewan Adaptation Fund, dalam pertemuannya yang ke-27, memutuskan untuk mengakreditasi KEMITRAAN sebagai National Implementing Entity (NIE) dari Adaptation Fund. KEMITRAAN menjadi lembaga pertama dan satu-satunya lembaga Indonesia yang terakreditasi sebagai NIE Adaptation Fund di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

 

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

 

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

2000-2003

KEMITRAAN memainkan peran krusial dalam mendukung pengembangan undang-undang untuk membentuk KPK. Hal ini diikuti dengan langkah mendukung Pemerintah dan DPR dalam memilih calon komisioner yang kompeten dan juga mendukung kelompok masyarakat sipil untuk mengawasi secara kritis proses seleksinya. Setelah komisioner ditunjuk, mereka meminta KEMITRAAN untuk membantu mendesain kelembagaan dan rekrutmen awal KPK, serta memainkan peran sebagai koordinator donor. Sangat jelas bahwa KEMITRAAN memainkan peran kunci dalam mendukung KPK untuk mengembangkan kapasitas dan strategi yang diperlukan agar dapat bekerja seefektif mungkin.

2003

Pada tahun 2003, KEMITRAAN menjadi badan hukum yang independen yang terdaftar sebagai Persekutuan Perdata Nirlaba. Pada saat itu, KEMITRAAN masih menjadi program yang dikelola oleh UNDP hingga akhir tahun 2009. Sejak awal tahun 2010, KEMITRAAN mengambil alih tanggung jawab dan akuntabilitas penuh atas program-program dan perkembangannya.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.