JAKARTA – Indonesia memperoleh dana Result Based Payment (RBP) dari Green Climate Fund (GCF) sebesar USD 103,8 juta, sebagai kompensasi atas keberhasilannya menurunkan produksi emisi periode tahun 2014-2016. Dana tersebut dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan disalurkan melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) untuk mendukung tujuh bidang kegiatan. Di antaranya Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) serta Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL). Aktivitas lain yang juga mendapat dukungan adalah Program Kampung Iklim (Proklim), Pengelolaan Hutan Lestari (PHL), konservasi dan biodiversitas, pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla), serta arsitektur REDD+.
Dari total anggaran yang diperoleh pemerintah, sebesar USD 54,25 juta diserahkan pengelolaannya kepada provinsi. Hal itu didasari alokasi yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan no 1398/2023 tentang Alokasi Pemanfaatan Dana Result Based Payment (RBP) GCF Output 2. Salah satu provinsi penerima dana RBP adalah Sulawesi Tengah dengan nominal USD 2,8 juta.
KEMITRAAN sebagai salah satu Lembaga Perantara (Lemtara) BPDLH, dipercaya oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tengah untuk mendampingi pengelolaan program pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui perbaikan tata kelola hutan lestari, peningkatan resiliensi, dan penghidupan masyarakat yang berkelanjutan.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Program KEMITRAAN Hasbi Berliani dalam paparannya pada kegiatan penandatanganan kerja sama di Jakarta, Rabu (24/7/2024). Program tersebut akan dilaksanakan selama dua tahun, dimulai pada September 2024 hingga Agustus 2026 sesuai dengan prioritas Pemprov Sulteng terkait dengan REDD+.
“Di antaranya penguatan kondisi pemungkin kelembagaan dan instrumen REDD+ di daerah, pengembangan peta Jalan FOLU Net Sink 2030 level Sub Nasional berbasis IGRK terkini, serta peningkatan akses Perhutanan Sosial (PS), legalitas, pemasaran produk dan jasa ekosistem,” terang Hasbi.
Aktivitas yang ada dalam program ini diharapkan dapat mencapai target penurunan emisi di Provinsi Sulawesi Tengah melalui tahapan yang terstruktur, serta pemanfaatan hutan oleh masyarakat sekitar melalui skema pengelolaan yang berkelanjutan dan inklusif.
Sementara itu Direktur Eksekutif KEMITRAAN Laode M. Syarif menyampaikan ucapan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan Pemprov Sulawesi Tengah kepada KEMITRAAN dalam pengelolaan beberapa program yang telah dan sedang dilakukan. Sebagaimana diketahui, KEMITRAAN tengah menjalankan sejumlah program di wilayah Sulawesi Tengah.
“Sebagai informasi kepada Bu Sekda, KEMITRAAN saat ini sedang melaksanakan program Estungkara di Kabupaten Sigi. Sebelumnya juga pernah menjalankan program rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa Palu, Donggala, Sigi (Padosi) melalui pembangunan rumah bambu di Kabupaten Sigi serta perpustakaan bambu di Kota Palu,” jelas dia.
Di hadapan Sekretaris Daerah Sulawesi Tengah Dra Novalina, MM, Kepala Dinas Kehutanan Sulawesi Tengah Muhamad Neng, ST, MM, beserta jajaran Pemprov Sulawesi Tengah yang hadir dalam kegiatan penandatangana kerja sama, Syarif menyebut pihaknya berharap program ini akan sukses. Ia berharap ke depannya KEMITRAAN dan Pemprov Sulawesi Tengah dapat menjalin kolaborasi pada potensi program-program yang ada.
“KEMITRAAN telah terakreditasi, sehingga memiliki potensi mengakses dana dari Green Climate Fund, Adaptation Fund dan juga pendanaan internasional lain. Akan dengan senang hati jika bisa menyusun program untuk pendanaan tersebut di Sulawesi Tengah,” ujar Syarif.
Dalam sambutan serta pengarahannya, Novalina merespons tawaran kerja sama lebih lanjut dari KEMITRAAN sebagai bagian dari komitmen untuk perbaikan kondisi lingkungan di wilayahnya.
“Hampir semua kabupaten di Sulawesi Tengah mempunyai hutan kritis, seperti Morowali Utara dan Donggala. Hal ini menjadi PR (Pekerjaan Rumah) besar buat Sulteng (Sulawesi Tengah),” tutur dia.
Mendengarkan sambutan Syarif, Novalina merasa tertantang dan berharap KEMITRAAN dapat mendampingi proses perbaikan tata kelola lingkungan di wilayahnya.
“Seperti yang disampaikan oleh Pak Syarif tadi bahwa Kaltim (Kalimantan Timur) bisa mendapatkan dana lebih besar, maka Sulteng pastinya bisa juga. Oleh karenanya, kerja sama tidak tertutup hanya pada program RBP saja, namun bisa di proyek lainnya. Pemprov Sulteng sangat terbuka dengan kerja sama ini,” ucap Novalina.