Beranda / Publication

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) Mengawali Perwujudan Ekonomi Hijau dan Pelestarian Ekosistem Rimba (Riau-Jambi-Sumatera Barat)

Lokakarya Pendahuluan Perwujudan Ekonomi Hijau dan Pelestarian Koridor Ekosistem RIMBA (Riau, Jambi dan Sumatera Barat) JS Luwansa, 20 Oktober 2022

Jakarta, 20 Oktober 2022 – Koridor RIMBA menjadi penghubung alami tiga kawasan Strategis Nasional (KSN) yang memiliki nilai biodiversitas tinggi, yaitu Kawasan Taman Nasional (TN) Kerinci Seblat, Rimbang Baling, Bukit Batabuh, TN Bukit Tigapuluh dan TN Berbak. Namun demikian, fragmentasi habitat, kebakaran, dan perambahan hutan mengancam masa depan kelestarian alam serta mata pencaharian warga setempat. Upaya perwujudan Kawasan Koridor Ekosistem Riau-Jambi-Sumatra Barat (RIMBA) telah diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera, sekaligus pelaksanaan Road Map Penyelamatan Ekosistem Sumatera. 

Ekosistem Koridor RIMBA yang meliputi 3 Provinsi, yaitu Provinsi Riau, Jambi dan Sumatera Barat dengan luas 3,8jt ha ini memerlukan koordinasi yang menyeluruh. Dalam rangka pelaksanaan program RIMBA, Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian ATR/BPN (Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional), bekerjasama dengan UNEP-GEF (United Nations Environment Programme-Global Environment Facilities) untuk memfasilitasi pelaksanaan kegiatan tersebut melalui Proyek GEF RIMBA sampai tahun 2028. 

“Saya menyambut baik penyelenggaraan acara ini sebagai acara yang penting, karena mengangkat isu tentang upaya pelestarian dan pengembangan konsep ekonomi hijau untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Koridor Ekosistem RIMBA yang juga merupakan bagian dari pelaksanaan Sustainable Development Goals (SDGs)” ucap Dr. Eko Budi Kurniawan, S.T.,M.Sc, Direktur Sinkronisasi Pemanfaatan Ruang  Kementerian ATR/BPN.

Kementerian ATR/BPN BPN sebagai National Executing Agency (NEA) bertanggungjawab terhadap koordinasi serta pengawasan implementasi program. Dalam kerja-kerjanya, Kementerian ATR/BPN bekerjasama dengan KEMITRAAN – Partnership for Governance Reform dalam melaksanakan rangkaian koordinasi teknis di daerah untuk mendiskusikan pendekatan serta rencana kerja proyek secara keseluruhan pada fase pendahuluan. 

Max Zeiren, GEF-UNEP Task Manager Biodiversity and Land Degradation & Regional Focal Point SE Asia UNEP mengungkapkan harapan akan program RIMBA,” Bagi UNEP, kami lebih menitikberatkan pada ekonomi berkelanjutan. Hal ini dapat terkait dengan efisiensi sumber daya, intinya adalah jangan sampai sumber daya terbuang. Yang kedua adalah bagaimana memaksimalkan pengembangan manfaat agar dirasakan oleh semua lapisan masyarakat”

Dalam rangka mendiseminasikan capaian kemajuan Proyek GEF RIMBA fase pendahuluan ini, diadakan lokakarya tanggal 20 Oktober 2022 dengan mengundang perwakilan dari stakeholder terkait. Para peserta yang terlibat berasal dari unsur Kementerian/Lembaga Teknis, Pemerintah Daerah, CSO, Mitra Pembangunan, Akademisi dan pihak Swasta yang bekerja serta memiliki perhatian pada pengelolaan lanskap hutan dan perlindungan keanekaragaman hayati di Koridor Ekosistem RIMBA. 

Laode M. Syarif, Direktur Eksekutif KEMITRAAN, mengapresiasi komitmen pemerintah untuk melindungi ekosistem hutan Sumatra melalui program RIMBA yang digagas bersama antara pemerintah dan UNEP. Indonesia dengan kekayaan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati yang sangat kaya di dunia adalah modal yang sangat baik dalam menghadapi perubahan iklim. Kami berharap kerjasama antara KEMITRAAN dengan Kementerian ATR/BPN serta kementerian dan instansi terkait, seperti KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional), Kemenkomarives (Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi), Kementan (Kementerian Pertanian), Pemda Riau, Jambi, Sumatera Barat dapat meningkatkan kualitas tata kelola koridor ekosistem RIMBA demi tercapainya kelestarian kawasan hutan Sumatra dan terwujudnya pembangunan ekonomi hijau di Indonesia”.

2016

Pada bulan Maret 2016, KEMITRAAN menerima akreditasi internasional dari Adaptation Fund. Dewan Adaptation Fund, dalam pertemuannya yang ke-27, memutuskan untuk mengakreditasi KEMITRAAN sebagai National Implementing Entity (NIE) dari Adaptation Fund. KEMITRAAN menjadi lembaga pertama dan satu-satunya lembaga Indonesia yang terakreditasi sebagai NIE Adaptation Fund di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

 

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

 

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

2000-2003

KEMITRAAN memainkan peran krusial dalam mendukung pengembangan undang-undang untuk membentuk KPK. Hal ini diikuti dengan langkah mendukung Pemerintah dan DPR dalam memilih calon komisioner yang kompeten dan juga mendukung kelompok masyarakat sipil untuk mengawasi secara kritis proses seleksinya. Setelah komisioner ditunjuk, mereka meminta KEMITRAAN untuk membantu mendesain kelembagaan dan rekrutmen awal KPK, serta memainkan peran sebagai koordinator donor. Sangat jelas bahwa KEMITRAAN memainkan peran kunci dalam mendukung KPK untuk mengembangkan kapasitas dan strategi yang diperlukan agar dapat bekerja seefektif mungkin.

2003

Pada tahun 2003, KEMITRAAN menjadi badan hukum yang independen yang terdaftar sebagai Persekutuan Perdata Nirlaba. Pada saat itu, KEMITRAAN masih menjadi program yang dikelola oleh UNDP hingga akhir tahun 2009. Sejak awal tahun 2010, KEMITRAAN mengambil alih tanggung jawab dan akuntabilitas penuh atas program-program dan perkembangannya.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.