Program

RIMBA

Memperkuat Konektivitas Hutan dan Ekosistem di Lanskap RIMBA Sumatra Tengah (Riau, Jambi, dan Sumatra Barat) melalui Investasi pada Modal Alam, Konservasi Keanekaragaman Hayati, dan Pengurangan Emisi Berbasis Lahan

Latar Belakang

Pada tahun 2007, Indonesia memperkuat komitmennya dalam mewujudkan ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan melalui Undang-Undang Nomor 26 tentang Penataan Ruang. Kebijakan tersebut diturunkan dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang kemudian diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2017 yang menetapkan dalam Koridor RIMBA terdapat tiga (3) Kawasan Strategis Nasional (KSN) dengan sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, yaitu Taman Nasional Kerinci Seblat, Hutan Lindung Bukit Batabuh, dan Taman Nasional Berbak-Bukit Tigapuluh.

Sebagai bagian dari Peraturan Presiden No 13/2012, Direktorat Jenderal Tata Ruang-Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dengan dukungan dari United Nations Environment Programme-Global Environment Facility (UNEP-GEF) menyusun program penguatan konektivitas hutan dan ekosistem di lanskap RIMBA Sumatra Tengah melalui investasi pada modal alam, konservasi keanekaragaman hayati, dan pengurangan emisi berbasis lahan.

Kawasan Koridor Ekosistem RIMBA seluas 3,8 juta ha berfungsi sebagai kawasan lindung di bentang alam Provinsi Riau, Jambi, dan Sumatera Barat. Mengingat kawasan RIMBA merupakan koridor ekosistem, upaya yang perlu dilakukan adalah upaya mempertahankan kawasan koridor satwa, melestarikan area bernilai karbon tinggi dan ekosistem esensial, serta meningkatkan fungsi koridor dengan adanya inovasi jalur perlintasan satwa pada kawasan yang terfragmentasi oleh jalan.

Taman Nasional Kerinci Seblat merupakan salah satu ekosistem terkaya akan keanekaragaman hayati. Hutan ini menawarkan berbagai jenis habitat untuk flora endemik seperti rafflesia arnoldii (bunga padma) dan fauna seperti harimau sumatera, gajah sumatera, dan orangutan sumatera. Struktur hutan yang kompleks juga mendukung beragam spesies tumbuhan dan epifit yang bergantung pada kondisi mikro yang unik.

Mendapat kepercayaan dari UNEP-GEF dan Kementerian ATR/BPN untuk mengawal dan melakukan pendampingan dalam pelaksanaan program, KEMITRAAN akan memastikan proses program menerapkan prinsip collaborative governance, yakni kerja sama erat dengan Kementerian dan Lembaga, Pemerintah Provinsi Riau, Jambi dan Sumatera Barat, institusi pendidikan tinggi, akademisi, sektor swasta, dan lembaga swadaya masyarakat.

Tujuan

Terdapat beberapa tantangan dalam tata kelola kawasan ekosistem RIMBA, dari mulai data sekitar 21% dari total wilayah Koridor Ekosistem RIMBA yang merupakan perkebunan kelapa sawit, isu deforestasi seluas 1 juta hektar, berbagai konflik pemanfaatan ruang, serta ketidak sesuaian antara luas penutup penggunaan lahan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) hingga mencapai 18%.

Program ini bertujuan memperkuat konektivitas ekosistem untuk perlindungan keanekaragaman hayati dan meningkatkan cadangan karbon pada sektor berbasis lahan, melalui pendekatan pembangunan ekonomi hijau dari jasa lingkungan di sepanjang koridor ekosistem RIMBA.

Koridor ekosistem didefinisikan sebagai jalur alami atau penghubung dua atau lebih kawasan habitat yang terfragmentasi (terpisah), sehingga memungkinkan pergerakan bebas satwa liar, pertukaran genetik antar populasi, serta kelanjutan fungsi ekosistem secara keseluruhan. Fungsi ekologis kawasan ini sangat vital dalam menjaga keberlangsungan spesies dan menstabilkan iklim mikro di sekitarnya.

Program Koridor Ekosistem RIMBA sekaligus dapat menjadi model pengembangan ekonomi hijau yang dinamis dan inklusif melalui efisiensi sumber daya, untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini sejalan dengan target pemerintah Indonesia yang berkomitmrn dalam mencapai Net Zero Emission tahun 2060, dengan target indeks ekonomi hijau tahun 2045 sebesar 90,65%

Wilayah Kerja

Provinsi Riau, Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatra Barat

Fokus Kami

Fokus RIMBA pada tiga (3) komponen utama, antara lain:

  1. Penguatan kelembagaan pengelola kawasan koridor ekosistem RIMBA.
    Mengembangkan kebijakan (Roadmap, Perpres KSN, pembentukan kelembagaan, pengarusuatamaan Ekonomi Hijau); mendorong perubahan prilaku, meningkatkan komunikasi ekonomi hijau dan pengarus utamaan gender; Menginformasikan model ekonomi hijau melalui
    media sosial/online.
  2. Demonstrasi praktik ekonomi hijau di tiga klister.
    Identifikasi deliniasi kawasan bernilai konservasi tinggi sebagai habitat satwa yang terintegrasi dan mengembangkan model eco-road di klaster 1; menerapkan prinsip pembangunan rendah karbon yang terintegrasi dalam kegiatan sektor berbasis lahan di kawasan gambut klaster 2; dan mempromosikan pengelolaan sub DAS berkelanjutan melalui sektor agroforestry untuk memberi manfaat perlindungan air bersih dan air untuk energi PLTA/Mikrohidro di klaster 3.
  3. Monitoring, evaluasi, dan diseminasi pengetahuan praktik ekonomi hijau.
    Membangun sistem pemantauan spasial, pengawasan pelaksanaan kegiatan dan menyebarluaskan/pembelajaran praktik ekonomi hijau melalui Knowledge Management Information System (KMIS) serta keikutsertaan dalam forum Nasional dan Internasional.

Mitra Kerja

Direktorat Jenderal Tata Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN)

Donor

United Nations Environment Programme (UNEP) – Global Environment Facility (GEF)

Anggaran

USD 9.431.763

Durasi

Tahun 2023 – 2028  (Lima Tahun)

2016

Pada bulan Maret 2016, KEMITRAAN menerima akreditasi internasional dari Adaptation Fund. Dewan Adaptation Fund, dalam pertemuannya yang ke-27, memutuskan untuk mengakreditasi KEMITRAAN sebagai National Implementing Entity (NIE) dari Adaptation Fund. KEMITRAAN menjadi lembaga pertama dan satu-satunya lembaga Indonesia yang terakreditasi sebagai NIE Adaptation Fund di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

 

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

 

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

2000-2003

KEMITRAAN memainkan peran krusial dalam mendukung pengembangan undang-undang untuk membentuk KPK. Hal ini diikuti dengan langkah mendukung Pemerintah dan DPR dalam memilih calon komisioner yang kompeten dan juga mendukung kelompok masyarakat sipil untuk mengawasi secara kritis proses seleksinya. Setelah komisioner ditunjuk, mereka meminta KEMITRAAN untuk membantu mendesain kelembagaan dan rekrutmen awal KPK, serta memainkan peran sebagai koordinator donor. Sangat jelas bahwa KEMITRAAN memainkan peran kunci dalam mendukung KPK untuk mengembangkan kapasitas dan strategi yang diperlukan agar dapat bekerja seefektif mungkin.

2003

Pada tahun 2003, KEMITRAAN menjadi badan hukum yang independen yang terdaftar sebagai Persekutuan Perdata Nirlaba. Pada saat itu, KEMITRAAN masih menjadi program yang dikelola oleh UNDP hingga akhir tahun 2009. Sejak awal tahun 2010, KEMITRAAN mengambil alih tanggung jawab dan akuntabilitas penuh atas program-program dan perkembangannya.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.