Program

EnABLE

Latar Belakang

Pelaksanaan REDD+ (Reducing Emission from deforestation and forest degradation) dengan pendekatan yurisdiksi (jurisdictional approach), untuk pertama kalinya di Indonesia bahkan kawasan Asia Pasifik dimulai pada tahun 2023 yaitu melalui Program Forest Carbon Partner-ship Facility – Carbon Fund (PFCF-CF). Provinsi Kalimantan Timur menjadi lokasi pertama di Indonesia, dengan penandatanganan dokumen Perjanjian Kerjasama (PKS) difasilitasi oleh Kementerian Kehutanan antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur serta BPDLH (Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup) tanggal 28 Februari 2023.

EnABLE merupakan program yang mendukung pelaksanaan program FPCF-CF, yaitu dalam rangka mendorong peningkatan tatakelola maupun transparansi dalam pengelolaan hutan berkelanjutan (sustainable forest management). Selain juga berkontribusi pada penguatan dalam penyaluran program, agar dapat meningkatkan dan keberlanjutan mata-pencaharian masyarakat lokal melalui proses penguatan kapasitas dari komunitas masyarakat Adat dan organisasi masyarakat sipil lokal untuk terlibat secara aktif dalam proses penerapan REDD+.

Program EnABLE juga berkontribusi dalam pelaksanaan program East Kalimantan Emission Reduction Program (ERP), supaya berbagai kelompok khususnya komunitas marjinal dapat mengakses manfaat karbon dan non-karbon melalui penerapan pendekatan inklusi sosial. Selain juga mendukung penerapan Benefit Sharing Plan (BSP) Program FPCF yang efektif dan inklusif, dengan mendorong pengembangan lingkungan pendukung yang lebih baik terhadap penerima manfaat untuk terlibat aktif dan mendapatkan akses yang setara.

Program EnABLE di Provinsi Kalimantan Timur diharapkan juga berkontribusi kepada proses implementasi Strategi Nasional REDD+ Indonesia dan pencapaian target dan indikator a net carbon sink pada tahun 2030 khususnya dalam pilar inklusi/keterlibatan para pihak.

Tujuan

The World Bank EnABLE Project bertujuan untuk meningkatkan pendekatan inklusi kepada berbagai kelompok marjinal serta terpinggirkan dalam pelaksanaan Program Pengurangan Emisi Kalimantan Timur (East Kalimantan Emission Reduction Program/ERP) dengan fokus meningkatkan kesadaran dan peningkatan akses terhadap manfaat karbon dan non-karbon.

EnABLE dirancang dengan mengacu berbagai pengalaman tahap pertama, yang melakukan intervensi strategis dan mengembangkan lingkungan pendukung terhadap optimalisasi dari pendekatan inklusi sosial dalam mengakses manfaat dari Forest Carbon Partnership Facility (FCPF-CF) di Provinsi Kalimantan Timur. Yaitu dengan mengacu terhadap dokumen Benefits Sharing Plan (BSP), dimana penerima manfaat EnABLE utamanya adalah kelompok marginal khususnya komunitas Adat dan kalangan perempuan.

Wilayah Kerja

Program EnABLE akan dilaksanakan di 4 Kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur mencakup 71 Desa/Kampung dengan 10 Desa/Kampung di Mahakam Ulu, 6 Desa/Kampung di Kutai Kartanegara, 30 Desa/Kampung di Kutai Barat dan 25 Desa/Kampung di Paser.

Fokus Kami

Dalam rangka meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan akses dari komunitas marjinal di Provinsi Kalimantan Timur, maka program EnABLE memfasilitasi berbagai kegiatan/aktivitas yang menjangkau berbagai kalangan dalam tiga komponen utama.

  1. Komponen 1
    Komponen 1 bertujuan untuk meningkatkan tingkat pemahaman dan pengetahuan tentang program ERP dan akses komunitas marjinal terhadap manfaat program ERP. Komponen 1 ini fokus untuk mengurangi risiko terjadinya eksklusi sosial karena keterbatasan dari informasi, rendahnya kesadaran, serta tidak terjangkaunya kelompok marjinal. Tujuan ini akan dicapai melalui penguatan kapasitas dari lembaga pelaksana Program ERP agar berlangsung secara efektif serta inklusif. Baik melalui pengembangan berbagai instrumen, alat analisis, modul dan material komunikasi yang meningkatkan pemahaman target penerima manfaat.
  2. Komponen 2
    Komponen 2 bertujuan meningkatkan kemampuan dari masyarakat dari 71 Desa/Kampung untuk mengakses manfaat karbon dan non-karbon melalui penerapan Benefit Sharing Plan (BSP). Komponen 2 secara khusus memfokuskan pada risiko ekslusi sosial kepada manfaat karbon dan non-karbon, seperti rendahnya tingkat partisipasi berbagai komunitas marjinal dalam proses pengambilan keputusan desa/kampung, termasuk juga terbatasnya kapasitas untuk melaksanakan advokasi. Yaitu melalui dukungan teknis dan penguatan kapasitas bagi semua target penerima manfaat baik untuk: i) berpartisipasi di dalam aktivitas Program ERP maupun ii) untuk mengakses manfaat karbon melalui penerapan Benefit Sharing Plan (BSP). EnABLE akan bermitra dengan organisasi masyarakat lokal yang memiliki pengalaman serta kualifikasi kerja baik khususnya dengan komunitas masyarakat Adat.
  3. Komponen 3
    Komponen 3 memfokuskan kepada dukungan manajemen proyek dan administrasi, proses monitoring evaluasi dan komunikasi termasuk pengembangan mekanisme penanganan dari keluhan (grievance redress mechanism) dan penerapan prinsip perlindungan (safeguards).

Mitra Kerja

Bank Dunia, Kementerian Kehutanan, BPDLH, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur,
LSM dan Perguruan Tinggi lokal

Anggaran

4 juta US$

Durasi

2 Tahun (2024-2027)

2016

Pada bulan Maret 2016, KEMITRAAN menerima akreditasi internasional dari Adaptation Fund. Dewan Adaptation Fund, dalam pertemuannya yang ke-27, memutuskan untuk mengakreditasi KEMITRAAN sebagai National Implementing Entity (NIE) dari Adaptation Fund. KEMITRAAN menjadi lembaga pertama dan satu-satunya lembaga Indonesia yang terakreditasi sebagai NIE Adaptation Fund di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

 

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

 

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

2000-2003

KEMITRAAN memainkan peran krusial dalam mendukung pengembangan undang-undang untuk membentuk KPK. Hal ini diikuti dengan langkah mendukung Pemerintah dan DPR dalam memilih calon komisioner yang kompeten dan juga mendukung kelompok masyarakat sipil untuk mengawasi secara kritis proses seleksinya. Setelah komisioner ditunjuk, mereka meminta KEMITRAAN untuk membantu mendesain kelembagaan dan rekrutmen awal KPK, serta memainkan peran sebagai koordinator donor. Sangat jelas bahwa KEMITRAAN memainkan peran kunci dalam mendukung KPK untuk mengembangkan kapasitas dan strategi yang diperlukan agar dapat bekerja seefektif mungkin.

2003

Pada tahun 2003, KEMITRAAN menjadi badan hukum yang independen yang terdaftar sebagai Persekutuan Perdata Nirlaba. Pada saat itu, KEMITRAAN masih menjadi program yang dikelola oleh UNDP hingga akhir tahun 2009. Sejak awal tahun 2010, KEMITRAAN mengambil alih tanggung jawab dan akuntabilitas penuh atas program-program dan perkembangannya.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.