Program

Dana Karbon Provinsi Sulawesi Tengah (RBP-GCF Sulawesi Tengah)

Perbaikan Tata Kelola Hutan Untuk Pengurangan Emisi dan Penghidupan Masyarakat Sulawesi Tengah

Why

Tutupan hutan dan lahan di provinsi Sulawesi Tengah mengalami penurunan sebesar 33.235 ha dalam kurun waktu tahun 2010 hingga 2022. Hal ini dipicu oleh adanya perubahan alih fungsi lahan menjadi industri tambang emas serta maraknya perambahan hutan.

Produksi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang dihasilkan berpotensi semakin besar akibat dari bencana kebakaran hutan dan lahan yang terjadi. Misalnya di tahun 2023, terjadi Karhutla seluas 10.844,28 ha di Sulteng. Jika tidak diantisipasi maka bencana kebakaran akan menjadi rutinitas saat musim kemarau tiba karena hasil kajian menyebut ada empat kabupaten berisiko tinggi yaitu Morowali Utara, Poso, Banggai dan Tojo Una-una.

Kondisi ini ditambah dengan program pemerintah nasional yang menjadikan Provinsi Sulawesi Tengah bagian penting dalam mendukung pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), dengan memasok mineral galian C dan pangan melalui kawasan pangan nusantara seluas 15.000 ha di Kabupaten Donggala.

Pada sisi lain, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah telah berkomitmen mendukung upaya pemerintah pusat melakukan pengendalian perubahan iklim global melalui pengurangan produksi emisi GRK. Pada April 2012, pemerintah provinsi membentuk Tim Koordinasi dan Pokja Penyusunan RAD GRK. Hal ini diperkut dengan penyusunan dokumen Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi GRK dan Masterplan Green Economy berbasis sumberaya alam terbarukan pada Maret 3023 sebagai respon dari rencana implementasi pengurangan produksi emisi sektor hutan dan lahan atau FOLU Net Sink 2030.

Tahun 2024, Provinsi Sulawesi Tengah mendapatkan dana karbon sebesar 2,8 juta USD dari skema Result Based Payment Green Climate Fund (RBP-GCF) untuk melaksanakan program pengurangan emisi serta melalui perbaikan tata kelola hutan, peningkatan resiliensi dan penghidupan masyarakat yang berkelanjutan. Program juga memastikan adanya perlindungan terhadap keberadaan 4,27 juta Ha serta merehabilitasi hutan yang rusak akibat aktivitas illegal.

KEMITRAAN mendapat kepercayaan dari Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) serta Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah sebagai Lembaga Perantara (Lemtara) untuk mengawal program dan berkolaborasi dengan Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup serta Bappeda selaku penerima manfaat langsung dari dana RBP.

What

Program yang berlangsung selama kurang lebih dua tahun bertujuan melakukan penguatan pada tiga bidang utama, kelembagaan, manusia dan sumber daya alam. antara lain:

  1. Meningkatkan jumlah tutupan hutan dan lahan melalui pengelolaan keanekaragaman hayati dan ekosistem berkelanjutan untuk peningkatan cadangan karbon;
  2. Peningkatan kapasitas Pemprov Sulteng dalam pelembagaan serta implementasi kebijakan REDD+ di seluruh OPD
  3. Model pengelolaan hutan lestari berbasis masyarakat semakin kuat melalui implementasi sistem agroforestry, HHBK, Desa ProKlim untuk membangun resiliensi terhadap dampak perubahan iklim
  4. Penguatan tata kelola kelembagaan, peran dan fungsi POKJA REDD+ yang transparan, akuntabel (PADIATAPA) dan memenuhi prinsip Inklusif (Gender Equality, Social Inclusive) kolaboratif dan inovatif.

How

untuk mengawal program dan berkolaborasi dengan Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup serta Bappeda selaku penerima manfaat langsung dari dana RBP.

Selaku penerima 70% dari total dana program sebesar 2,8 Juta USD, Dinas Kehutanan akan fokus pada penguatan unit UPT KPH dan Tahura yang lokasinya tersebar di 13 Kabupaten dan 1 Kota se-Sulawesi Tengah. Patroli hutan merupakan salah satu kegiatan utama, tujuannya untuk menekan tindak kejahatan merusak hutan dan berpotensi menghasilkan produksi emisi karbon.

Selanjutnya adalah mencegah potensi Karhutla dengan membentuk dan memperkuat Masyarakat Peduli Api (MPA) di 13 kabupaten/kota serta melakukan pendampingan terhadap 272 Kelompok Tani Hutan Perhutanan Sosial dan non Perhutanan Sosial untuk pengelolaan hutan lestari dan penambahan nilai jual HHBK.

Sementara di Dinas Lingkungan Hidup, kegiatan utamanya ada pada pembentukan 20 kelompok Program Kampung Iklim (Proklim) baru. Upaya ini untuk memperkuat resiliensi masyarakat dari dampak perubahan iklim dan mendukung target pemerintah provinsi dan nasional yang masing-masing menargetkan pembentukan Proklim baru sebanyak 500 dan 20.000.

Sementara Bappeda akan memusatkan kegiatan-kegiatannya pada penguatan regulasi serta melakukan kajian strategis seperti pengkajian ulang inventarisasi gas rumah kaca (GRK), penyusunan rencana aksi mitigasi yang terarah, pengembangan kebijakan dan peraturan yang mendukung, serta peningkatan kapasitas kelembagaan, termasuk perubahan paradigma kerja sesuai dengan Surat Edaran Dirjen PPI No. 1 Tahun 2024.

Secara detil kegiatan-kegiatan akan dilakukan oleh para penerima manfaat lain dari berbagai latar belakang, tidak hanya pemerintah:

Penerima manfaatManfaat
Dinas KehutananMendukung pelaksanaan tugas dan fungsi dalam Rehbilitasi Hutan dan Lahan (RHL), pemberdayaan masyarakat serta target FOLU Net Sink.
Fasilitasi Penyelenggaraan safeguard.
Dukungan operasional pengembangan gugus tugas terpadu K/L (Sub National Focal Point) untuk peningkatan kesadaran dan pemantauan hasil implementasi penurunan emisi sektor lahan dan hutan.
Inventarisasi GRK sebagai dasar perencanaan mitigasi dan diharmonisasikan dengan penyusunan RAD GRK yang tengah berlangsung.
Dinas Lingkungan Hidup
Memfasilitasi pembentukan ProKlim baru sebagai kontribusi Sulawesi Tengah dalam pencapaian target 20.000 desa ProKlim nasional.
Pengembangan Knowledge Management Desa ProKlim Provinsi Sulteng
Kantor Seksi Wilayah PPI Pembentukan dan penguatan kelembagaan penanggulangan Karhutla secara programatik melibatkan stakeholder kunci.
Penyediaan sarana dan prasarana penanggulangan Karhutla di tingkat tapak
KPH Mendukung peningkatan dan percepatan pelaksanaan target di bidang RHL
Pemberdayaan masyarakat, resolusi konflik.
Peningkatan kerjasama pengawasan pengamanan hutan dan lahan
POKJA REDD + Dukungan kesekertariatan, penataan kelembagaan, penyusunan instrumen dan alat pendukung implementasi REDD+ 
NGO’s LokalPendanaan pelaksanaan kegiatan sesuai kompetensi masing-masing NGO’s.
Peningkatan kapasitas melalui pelatihan dan forum diskusi
Desa di dalam dan sekitar kawasan Hutan   Manfaat ekonomis sebagai dampak perbaikan akses legal dan rantai pasok Hasil Hutan Bulan Kyu (HHBK) dari wilayah Perhutanan Sosial (PS).
Manfaat sosial berupa perbaikan akses dan jaringan serta peningkatan kapasitas.
Manfaat ekologis berupa perbaikan kondisi iklim mikro, terjaganya daur hidrologi, peningkatan kesuburan lahan dan perlindungan bencana.
Menurunnya tingkat kerentanan, sejalan dengan meningkatnya kapasitas adaptasi melalui desa proklim.
Perguruan Tinggi  Kegiatan jasa konsultasi penelitian, pengkajian dan penyusunan dokumen-dokumen perencanaan teknis.
Penyebarluasan pengetahuan melalui penyuluhan, pendidikan dan pelatihan teknis.
Sektor swastaMelakukan kegiatan penyediaan barang sesuai mekanisme pengadaan barang dan jasa sesuai dengan kebutuhan.
Memfasilitasi akses pasar sebagai off taker dan/atau mitra pemasaran bagi produk-produk olahan HHBK.
Pemegang izin bidang kehutanan dan lahan berkontribusi dan mendukung rencana strategis pemerintah dalam penurunan emisi GRK.

Wilayah Kerja

Provinsi Sulawesi Tengah

Budget

2,8 Juta USD

Sekilas tentang KEMITRAAN

KEMITRAAN menjadi salah satu Lembaga Perantara dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPDLH) dengan kategori pengelolaan dana di atas 2 juta. Saat ini, KEMITRAAN mengelola dana karbon di dua provinsi yakni Sulawesi Tengah dengan dana sebesar 2,8 jt USD dan Kalimantan Timur sebesar

2016

Pada bulan Maret 2016, KEMITRAAN menerima akreditasi internasional dari Adaptation Fund. Dewan Adaptation Fund, dalam pertemuannya yang ke-27, memutuskan untuk mengakreditasi KEMITRAAN sebagai National Implementing Entity (NIE) dari Adaptation Fund. KEMITRAAN menjadi lembaga pertama dan satu-satunya lembaga Indonesia yang terakreditasi sebagai NIE Adaptation Fund di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

 

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

 

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

2000-2003

KEMITRAAN memainkan peran krusial dalam mendukung pengembangan undang-undang untuk membentuk KPK. Hal ini diikuti dengan langkah mendukung Pemerintah dan DPR dalam memilih calon komisioner yang kompeten dan juga mendukung kelompok masyarakat sipil untuk mengawasi secara kritis proses seleksinya. Setelah komisioner ditunjuk, mereka meminta KEMITRAAN untuk membantu mendesain kelembagaan dan rekrutmen awal KPK, serta memainkan peran sebagai koordinator donor. Sangat jelas bahwa KEMITRAAN memainkan peran kunci dalam mendukung KPK untuk mengembangkan kapasitas dan strategi yang diperlukan agar dapat bekerja seefektif mungkin.

2003

Pada tahun 2003, KEMITRAAN menjadi badan hukum yang independen yang terdaftar sebagai Persekutuan Perdata Nirlaba. Pada saat itu, KEMITRAAN masih menjadi program yang dikelola oleh UNDP hingga akhir tahun 2009. Sejak awal tahun 2010, KEMITRAAN mengambil alih tanggung jawab dan akuntabilitas penuh atas program-program dan perkembangannya.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.