Beranda / Media Coverage

Mahfud Md Sebut Ada Bekingan untuk Kasus Kriminalisasi Pembela HAM

Reporter: Alif Ilham Fajriadi

Editor: Amirullah

Eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam), Mahfud Md., saat ditemui di kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat, Jumat, 27 September 2024. TEMPO/Alif Ilham Fajriadi

TEMPO.COJakarta – Eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md mengatakan kriminalisasi yang menyasar para pembela hak asasi manusia (HAM), berkaitan dengan kepentingan ekonomi dan bisnis. Fenomena tersebut, menurut Mahfud, dapat terjadi jika pemerintah ikut bermain dalam melindungi para pebisnis ilegal.

“Kalau saya melihat, masalahnya ada benturan kepentingan di dunia ekonomi dan bisnis. Benturan kepentingan lalu orang mencari beking-bekingandi atas,” kata Mahfud saat menjadi narasumber dalam diskusi publik yang digelar Kemitraan Indonesia di Jakarta, Jumat, 27 September 2024.

Mahfud mengatakan itu merespons laporan penelitian Catatan Kelabu Pelindung Pembela HAM 2014-2023 yang diluncurkan oleh lembaga Kemitraan Indonesia. Penelitian itu mencatat sedikitnya ada 1.019 peristiwa serangan atau ancaman yang menyasar para pembela HAM sejak 10 tahun terakhir.

Secara umum, kata Mahfud, pelanggaran HAM terjadi jika ada sebuah kepentingan yang diganggu. Biasanya praktik ini akan muncul saat para pebisnis yang dikritik oleh pembela HAM meminta bantuan kepada pemerintah untuk melindungi aset-asetnya.

“Pelanggaran yang menghajar para pembela HAM itu, karena pimpinannya itu membeking orang yang melakukan pelanggaran, karena kepentingan bisnis, korupsi lebih utama, karena semua itu dibeking dari atas,” ucap Mahfud.

Meski begitu, Mahfud membeberkan pula bahwa tidak semua pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia dilindungi oleh pemerintah karena kepentingan bisnis. Sebab, ada pula beberapa kasus pelanggaran HAM yang ditangani langsung oleh pemerintah.

“Ada juga pembelaan-pembelaan yang dilakukan oleh negara terhadap pembela HAM itu, ada. Tetapi kalau melihat yang banyak terjadi itu (kriminalisasi pembela HAM) memang lebih besar,” ujar Mahfud.

Sebab itu, Mahfud masih menaruh harapan yang sangat tinggi terhadap jalannya perlindungan HAM di Indonesia. Dia mengakui bahwa selama ini angka pelanggaran HAM masih tergolong tinggi, namun bukan berarti tidak ada harapan untuk masa depan para pembela HAM.

“Saya ingin mengatakan sebenarnya ada harapan, ada peluang bagi kita untuk memperbaiki bagaimana pemerintah itu menentukan pimpinan-pimpinan yang berani untuk mengambil keputusan,” kata Mahfud.

2016

Pada bulan Maret 2016, KEMITRAAN menerima akreditasi internasional dari Adaptation Fund. Dewan Adaptation Fund, dalam pertemuannya yang ke-27, memutuskan untuk mengakreditasi KEMITRAAN sebagai National Implementing Entity (NIE) dari Adaptation Fund. KEMITRAAN menjadi lembaga pertama dan satu-satunya lembaga Indonesia yang terakreditasi sebagai NIE Adaptation Fund di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

 

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

 

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

2000-2003

KEMITRAAN memainkan peran krusial dalam mendukung pengembangan undang-undang untuk membentuk KPK. Hal ini diikuti dengan langkah mendukung Pemerintah dan DPR dalam memilih calon komisioner yang kompeten dan juga mendukung kelompok masyarakat sipil untuk mengawasi secara kritis proses seleksinya. Setelah komisioner ditunjuk, mereka meminta KEMITRAAN untuk membantu mendesain kelembagaan dan rekrutmen awal KPK, serta memainkan peran sebagai koordinator donor. Sangat jelas bahwa KEMITRAAN memainkan peran kunci dalam mendukung KPK untuk mengembangkan kapasitas dan strategi yang diperlukan agar dapat bekerja seefektif mungkin.

2003

Pada tahun 2003, KEMITRAAN menjadi badan hukum yang independen yang terdaftar sebagai Persekutuan Perdata Nirlaba. Pada saat itu, KEMITRAAN masih menjadi program yang dikelola oleh UNDP hingga akhir tahun 2009. Sejak awal tahun 2010, KEMITRAAN mengambil alih tanggung jawab dan akuntabilitas penuh atas program-program dan perkembangannya.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.