Jakarta: Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2023 stagnan dengan skor 34. Pemerintah diminta tidak ngeles dalam merespons temuan itu.
“Pemerintah selalu bilang itu kan persepsi, bukan kenyataan. Saya pikir alasan itu tidak boleh lagi,” kata Direktur Eksekutif Kemitraan Laode M Syarif dalam konferensi pers di JW Marriott Hotel Jakarta, Jakarta Selatan, Selasa, 30 Januari 2024.
Laode mengatakan survei IPK dinilai oleh pelaku usaha yang menjalankan bisnisnya di Indonesia. Survei itu juga dinilai oleh para pakar.
“Jadi tidak bisa diatur nilainya karena betul-betul diambil dari indeks-indeks yang ada,” ujar eks pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.
Laode menyoroti dua dari delapan indikator IPK yang konstan parah dalam beberapa tahun terakhir. Indikator yang dimaksud ialah Varieties of Democracy dan World Justice Project yang angkanya tidak pernah mencapai 26 dari total skor 100.
“Bagaimana bisa dapat nilai naik ketika membuka investasi tapi tata kelola kita semakin merosot?” papar dia.
Laode mendorong pemerintah fokus dan kembali berkomitmen memperbaiki penanganan korupsi. Termasuk, membenahi tata kelola pemerintahan agar semakin baik.
“Jadi tidak adil lagi kalau pemerintah komentar itu hanya persepsi. Persepsi lahir dari kenyataan sehari-hari,” jelas dia.
Transparency International Indonesia (TII) melakukan survei IPK Indonesia 2023 dengan tema korupsi, demokrasi, dan keadilan sosial. IPK Indonesia pada 2023 mendapat skor 34 atau stagnan dari tahun lalu.
“Artinya kita berada pada kondisi stagnan secara skor. Rangkingnya merosot dari 110 menjadi 115,” ucap Deputi Sekretaris Jenderal TII Wawan Heru Suyatmiko.