Penulis: Ady Thea DA
Tahun 2023 IPK Indonesia sebesar 34 sama seperti tahun 2022. Peringkatnya melorot dari 110 tahun 2022 menjadi 115 tahun 2023.
Untuk IPK Timor Leste Wawan memberikan catatan karena indikator yang digunakan bukan 8 tapi 4. Sementara Indonesia untuk menghasilkan skor IPK sebesar 34 menggunakan 8 data. Terdiri dari World Justice Project-Rule of Law Index, Political and Economic Risk Consultancy, Political Risk Service, Varieties of Democracy Project, Bertelsmann Stifung Transformation Index, Economist Intelligence Unit-Country Risk Service, IMD World Competitiveness Yearbook, dan Global Insight Country Risk Ratings.
Berdasarkan IPK tersebut TI Indonesia merekomendasikan 3 hal. Pertama, pemerintah, penyelenggara, dan peserta pemilu wajib menjamin terselenggaranya pemilu yang demokratis dan berintegritas. Warga negara berhak mendapat kandidat yang berkualitas. Kedua, pemerintah dan badan peradilan harus independen dan imparsial dalam penegakan hukum.
Negara wajib melindungi hak warga negara untuk mengakses keadilan dan melawan impunitas serta korupsi. Ketiga, Presiden, pemerintah, parlemen dan lembaga peradilan harus berkomitmen kuat dan konsisten dalam upaya pemberantasan korupsi yang berdampak.
Pada kesempatan yang sama Direktur Eksekutif Kemitraan, Laode M Syarif, menegaskan IPK itu merupakan pespektif yang berdasarkan pada penilaian kalangan pelaku usaha dan ahli. Sebagaimana telah disebutkan Wawan IPK yang dilansir TI itu mengacu 8 indeks data sebagai indikatornya.
“Saya bersyukur ketika di KPK (sebagai komisioner KPK,-red) tahun 2019 indeks IPK Indonesia kala itu yang paling tinggi,” ujar pimpinan KPK periode 2015-2019 itu.
Laode mencatat dari 8 indikator yang paling rendah nilainya untuk Indonesia yakni terkait Varieties of Democracy Project dan World Justice Project-Rule of Law Index. Mengingat saat ini Indonesia menghadapi pemilu 2024 para pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden (Capres-Cawapres) untuk membenahi kualitas demokrasi dan partai politik.
Selain itu, Laode mendesak Capres-Cawapres untuk menghilangkan praktik politik uang, serta memberantas korupsi pada aparat penegak hukum dan militer. Perlu segera mengembalikan KPK sebagai lembaga anti rasuah yang bersih, merevisi UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, mengundangkan RUU Perampasan Aset dan Presiden terpilih nanti harus bersedia menjadi panglima pemberantasan korupsi.
Sumber: Hukum Online