Dari masa ke masa, para Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) atau human right defender di Indonesia tak henti menghadapi ancaman dan serangan dalam berbagai bentuk. Kondisi itu tak hanya merintangi perjuangan dan advokasi untuk membela HAM masyarakat yang tertindas, tetapi juga mengakibatkan beragam dampak buruk, termasuk mengancam keselamatan Pembela HAM itu sendiri.
Pada sepuluh tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo 2014-2024, ancaman dan serangan kepada Pembela HAM terus terjadi dengan intensitas yang kian mengkhawatirkan. Serangan fisik, seperti penganiayaan, pembubaran demonstrasi, perusakan, hingga pembunuhan, masih mengancam para Pembela HAM. Sementara itu, serangan nonfisik juga masif terjadi, baik dalam bentuk konvensional maupun menggunakan sarana elektronika. Pembela HAM bahkan banyak menerima ancaman pembunuhan, kekerasan, teror, serangan seksual verbal, hingga peretasan dan doxing.
Serangan kepada Pembela HAM dengan menggunakan buzzer pemerintah di ranah digital pun banyak mewarnai masa pemerintahan Presiden Jokowi di sepuluh tahun terakhir. Para Pembela HAM di tanah air juga menghadapi serangan dalam bentuk judicial harassment dan kriminalisasi. Ketika mereka berjuang untuk membela dan mengadvokasikan pentingnya perlindungan HAM, tak jarang para Pembela HAM dilaporkan ke aparat penegak hukum. Sebagian mereka bahkan mengalami penangkapan dan penahanan hingga dijatuhi sanksi pidana.
Dalam rangka untuk melakukan evaluasi dan refleksi satu dekade pemerintahn Jokowi, KEMITRAAN bersama dengan Kaukus Perempuan Pembela HAM berupaya untuk menulis laporan ini untuk dijadikan bahan pembelajaran di masa yang akan datang. Secara khusus, laporan ini bertujuan untuk menggambarkan kondisi yang dialami Pembela HAM di Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Jokowi selama November 2014 sampai dengan awal-awal 2024.
Laporan ini memaparkan aneka bentuk serangan dan ancaman pada Pembela HAM selama periode tersebut. Data tentang serangan dan ancaman itu dikumpulkan dari berbagai sumber, misalnya laporan
dari sejumlah organisasi atau lembaga, berita di media massa, serta wawancara dengan narasumber-narasumber yang relevan. Data-data itu kemudian disusun hingga menjadi sebuah database yang bisa memberi gambaran makro tentang serangan dan ancaman yang dialami Pembela HAM di Indonesia selama dua periode pemerintahan Presiden Jokowi.
Selain memaparkan data-data tersebut, laporan ini juga menyajikan analisis konteks untuk memetakan faktor-faktor yang menyebabkan terus terjadinya serangan dan ancaman kepada Pembela HAM di tanah air. Salah satu yang disinggung dalam analisis ini adalah kebijakan pemerintah dengan pendekatan stabilitas politik dan keamanan, serta mengabaikan partisipasi masyarakat demi mendorong pertumbuhan ekonomi. Penyampaian aspirasi dan kritik oleh masyarakat kerap direspons secara represif, termasuk menggunakan instrumen hukum. Upaya mendorong pertumbuhan ekonomi itu antara lain dilakukan melalui berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Akan tetapi, di sejumlah daerah, pelaksanaan PSN juga menimbulkan konflik dengan masyarakat yang kemudian berdampak pada terjadinya ancaman dan serangan terhadap Pembela HAM.
Situasi di Papua juga perlu disebut secara khusus karena tingginya frekuensi konflik yang berdampak pada banyaknya jumlah serangan dan ancaman kepada Pembela HAM. Di Papua, terjadi berbagai jenis pelanggaran HAM, dari kekerasan fisik hingga rasisme dan stigmatisasi. Beragam konflik, termasuk yang berkait dengan sumber daya alam, juga terus terjadi.
Di tengah kelindan masalah tersebut, Pembela HAM di Indonesia berada dalam posisi yang rentan karena pengakuan dan dukungan terhadap mereka masih minim. Sampai sekarang, Indonesia belum memiliki undang-undang khusus tentang perlindungan Pembela HAM. Pemahaman aparat negara dan sejumlah pihak lain terkait Pembela HAM juga masih sangat minim sehingga kerap muncul prasangka terhadap kerja-kerja Pembela HAM.
Keadaan tersebut diperparah dengan lemahnya akuntabilitas penanganan serangan dan ancaman terhadap Pembela HAM. Meski kasus-kasus serangan dan ancaman terhadap Pembela HAM telah dilaporkan ke aparat penegak hukum, sejumlah laporan itu tidak diproses dengan segera dan bahkan cenderung diabaikan. Banyak pelaku serangan pada Pembela HAM ternyata tidak dapat diidentifikasi atau tidak diketahui keberadaannya sehingga mereka akhirnya tak menjalani proses hukum. Padahal, Pembela HAM memiliki peran penting dalam memajukan perlindungan HAM seluruh warga negara. Dalam berbagai peristiwa, Pembela HAM juga berjuang dengan gigih untuk mengadvokasi hak-hak masyarakat, termasuk mereka yang terpinggirkan karena kebijakan negara dan konspirasi negara dan dunia usaha yang sering merugikan orang-orang yang terpinggirkan.
Oleh karena itu, laporan ini juga memberikan sejumlah rekomendasi untuk mendorong penguatan perlindungan terhadap Pembela HAM. Rekomendasi-rekomendasi itu ditujukan kepada sejumlah pihak, seperti pemerintah, DPR, pemerintah daerah, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, Komnas HAM, Komnas Perempuan, serta dunia usaha yang sering lalai dalam melindungi hak-hak masyarakat. Penerbitan laporan ini diharapkan bisa menggugah kepedulian berbagai pihak tentang pentingnya perlindungan terhadap Pembela HAM sekaligus menunjukkan urgensi untuk melakukan upaya serius guna menghentikan serangan dan ancaman terhadap para Pembela HAM.
Atas nama KEMITRAAN saya mengucapan terima kasih kepada Kaukus Perempuan Pembela HAM beserta berbagai pihak yang berkontribusi dalam penyusunan laporan ini, terutama kepada tim peneliti, tim penelaah substansi, serta kepada tim editor. Terima kasih juga kepada para narasumber yang berkenan membagikan pandangan dan gagasan mereka untuk melengkapi laporan ini. Apresiasi setinggi-tingginya turut diberikan kepada seluruh Pembela HAM yang terus berjuang di berbagai bidang meskipun menghadapi beragam serangan dan ancaman.
Saya berharap bahwa risalah ini dapat dijadikan pembelajaran bagi pemerintah dan dunia usaha serta dapat dijadikan alat instrospeksi oleh semua pihak agar tidak terjadi pengekangan, vi Catatan Kelabu Pelindungan terhadap Pembela HAM perundungan, dan serangan kepada para pembela dan pejuang HAM.
Akhirnya, saya ingin akhiri risalah ini dengan potongan puisi sastrawan Iran Saadi Shirazi yang berjudul Bani Adam yang dengan indah menulis bahwa “Human being are members of a whole, in creation of one essence and soul. If one member is afflicted with pain, other members uneasy will remain. If you have no sympathy for human pain, the name of human you cannot retain”
Demi alam dan kemanusiaan
25 September 2024
Laode M. Syarif, Ph.D
Direktur Eksekutif