Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif dan Juri Bicara KPK Febri Diansyah memberi keterangan pers terkait OTT hakim PN Balikpapan Kayat di Gedung KPK, Sabtu (4/5/2019). KPK mengamankan uang muka Rp 100 juta, Jhonson Siburian, Sudarman dan Kayat sebagai tersangka. (Liputan6.com/Johan Tallo) © 2023 liputan6

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Merosot, Ini Catatan Mantan Ketua KPK ke Pemerintah

Direktur Eksekutif Kemitraan sekaligus mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M Syarif meminta kepada pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang merosot ke rangking 115 pada tahun 2023.

“Jadi kalau kita melihat, ini saya tidak mau. Karena biasanya pemerintah selalu ini kan persepsi bukan kenyataan. Saya pikir alasan itu tidak boleh lagi,” kata Laode saat konferensi pers Transparency International Indonesia (TII) di Jakarta, Selasa (30/1).

Sebab, Laode menilai bahwa hasil IPK yang disampaikan TII dengan skor 34 kepada Indonesia telah sesuai berdasarkan delapan indikator pengukuran IPK Indonesia.

1.Global Insight County Rlisk Ratings 47-47
2.IMD World Competitiveness Yearbook 39-40
3.Economist lntelligence Unit Country Ratings 37-37
4.PRS Internasional Country Risk Guide 35-32
5.Bertelsmann Foundation Transform Index 33-37
6.PERC Asla Risk Guide 29-29
7.Varieties of Democracy Project 24-25
8.World Justice Project-Rule of Law Index 24-24

“Karena yang menilai persepsi indeks adalah satu para pelaku usaha dan expert. Jadi tidak bisa diatur nilainya karena betul-betul diambil dari indeks-indeks yang ada,” kata dia.

“Jadi saya pikir tidak adil lagi kalau pemerintah berkomentar itu hanya persepsi. Ini kenyataan, persepsi hadir dari kenyataan praktik hari-hari,” tambahnya.

Sehingga, Laode berharap kepada para calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) agar bisa memperbaiki kualitas skor dari IPK Indonesia. Caranya dengan memperbaiki kualitas demokrasi dan akuntabilitas partai politik Indonesia.

Kemudian menghilangkan semua politik uang dan penyakit demokrasi, sampai memberantas adanya korupsi pada aparat penegak hukum, militer hingga potensi suap pada dunia usaha.

“Ini agak subjektif, karena saya pernah ada di KPK. Ketika undang-undang di KPK dari independen jadi di bawah eksekutif, tidak cukup satu tahun langsung drop. Jadi harusnya KPK tetap jadi motor ke depan pemberantasan korupsi, dengan catatan lembaganya harus bersih,” ujarnya.

Sekedar informasi TII kembali rilis hasil survei terhadap IPK, menempatkan Indonesia pada peringkat 115 dari total 180 negara terendah dalam skor IPK per tahun 2023.

Dengan IPK yang stagnan berada pada skor 34, sama dengan tahun 2022. Namun mengalami penurunan dari sisi rangking negara yang dari 110 pada 2022, kini menjadi 115 pada tahun 2023.