JAKARTA – KEMITRAAN bersama 10 CSO lokal melalui program Estungkara sejak 2022 telah melakukan pendampingan masyarakat adat di 7 provinsi di Indonesia, dan persoalan pangan menjadi salah satu fokus untuk mendukung kemandirian serta ketahanan pangan. Pada prosesnya dibutuhkan pendamping yang tidak hanya menguasai segi teknikal, melainkan juga substansi dalam memfasilitasi kegiatan di berbagai forum diskusi komunitas untuk mencapai hasil yang optimal.
Untuk itu, KEMITRAAN bersama Lembaga Terawang Indonesia mengadakan pelatihan penggunaan instrumen bernama Sisi Bulat kepada pendamping dari 10 CSO lokal yang dilaksanakan pada tanggal 15-16 Mei 2024 di Jakarta. Metode Sisi Bulat yang diuji cobakan dalam pelatihan ini merupakan hasil studi kualitatif partisipatoris di Sumba Barat Daya sejak tahun 2018 hingga tahun 2020, untuk memitigasi ancaman kelaparan tahunan serta menemukan konsep kedaulatan pangan.
“Dalam pendampingan masyarakat, transisi kebudayaan yang tidak menentu membuat kita perlu menyiapkan komunitas agar siap kejut dan tidak menjadi latah. Masyarakat perlu dilibatkan sebagai penentu dari akar masalahnya sendiri,” terang Prof. Laksono dari Terawang UGM dalam paparannya.
Sisi Bulat merupakan kependekan dari Siaga Siklik Bulan Lapar. Metode ini dikembangkan untuk mengatasi persoalan kelaparan di Sumba Barat Daya. Kelaparan biasanya terjadi pada awal musim penghujan sekitar bulan Januari, ketika cadangan pangan menipis habis untuk modal tanam justru bertepatan dengan kegiatan adat seperti Pasola, Nyale, pernikahan, kematian dan sebagainya.
Melihat ini, mitigasi kelaparan dilakukan dengan menyelaraskan siklus alam, distribusi, dan konsumsi hasil usaha tani dengan pola siklus alam, sosial, ekonomi dan budaya yang memerlukan kontrak sosial yang tepat. Hal ini seperti yang dialami oleh masyarakat adat Rendu Butowe, Nagakeo Provinsi Nusa Tenggara Timur.
“Di desa dampingan kami, setiap bulan Agustus masyarakat sangat sibuk berbagai acara adat, mulai dari sunatan dewasa, pernikahan, dan belum lagi kalau ada peristiwa kedukaan, jadi bahan pangan akan cepat habis dimusim-musim ini,” ujar Sisilia Wunu, Pendamping Komunitas Adat Rendu Butowe.
Pengalaman Sisilia menunjukkan bahwa adat juga memiliki pengaruh dalam sistem pangan komunitas. Sisi Bulat didesign agar masyarakat adat dalam hal ini mampu mengidentifikasi dan memahami perubahan hidup di komunitasnya dan mencari solusi sebagai langkah mitigasi.
Peserta pelatihan diajak menentukan sendiri isu yang akan didiskusikan menggunakan perangkat Sisi Bulat, baik terkait isu kekerasan terhadap perempuan, ekonomi, maupun disabilitas yang terbagi menjadi 4 kelompok. Di setiap kelompok, peserta diajak untuk melakukan 3 permainan, yaitu kartu kuartet, ular tangga, menyusun kalender musim. Setelah itu, kegiatan dilanjutkan dengan mengisi rencana aksi mandiri dan risalah kebijakan sebagai bahan advokasi, sesuai hasil diskusi selama permainan berlangsung.
Dalam setiap tahapan permainan, peserta dapat secara aktif mendiskusikan topik yang muncul dalam permainan, dan berbagi pengalaman saat pendampingan di komunitasnya masing-masing. Dalam hal ini, Sisi Bulat membantu peserta untuk menemukenali persoalan-persoalan yang terjadi. Misalnya di kelompok 2, peserta mendiskusikan persoalan ekonomi khususunya perempuan di Komunitas Cina Benteng yang kekurangan uang untuk memenuhi kebutuhan, dan secara kondisi ini berbeda dengan masyarakat adat di Sumba Barat Daya.
Setelah melihat pada kalender musim, ditemukan adanya korelasi antara tradisi seperti Imlek, Cap Go Meh dengan kebutuhan untuk mengeluarkan uang bagi anggota komunitas. Selain itu juga pengelolaan keuangan rumah tangga kerap menjadi beban perempuan, namun kadang mereka tidak memiliki hak penuh dalam membuat keputusan. Oleh sebab itu, keberadaan koperasi yang ada di tengah-tengah perempuan Cina Benteng dinilai menjadi solusi tepat untuk mengatasi hal tersebut. Kalender musim juga melihat bawah perlu ada pengembangan potensi ekonomi lainnya untuk bisa menambah pemasukan, terutama pada bulan-bulan berlangsungnya tradisi dan juga sekolah anak.
“Sisi Bulat ini sangat menarik, terutama bagi kami pendamping masyarakat. Hadir secara fisik dalam masyarakat saja tidak cukup, sehingga alat ini bisa membantu dalam menggali permasalahan dan memetakan solusi dari sudut pandang masyarakat sendiri,” ujar Desmond, pendamping komunitas adat To Kulawi, Kabupaten Sigi.