Direktur Eksekutif KEMITRAAN Laode M. Syarif menyampaikan paparannya dalam rilis corruption perception index Indonesia tahun 2023 di Hotel JW Marriot, Jakarta, Selasa (30/1/2024)
JAKARTA – Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia masih jalan di tempat. Hal itu terlihat dari stagnannya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia di tahun 2023 dengan skor 34. Skor tersebut sama dengan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia di tahun 2022.
Stagnasi tersebut memperlihatkan lambatnya respons terhadap praktik korupsi yang terus memburuk akibat minimnya keberpihakan dari para pemangku kepentingan. Kecenderungan abai pada pemberantasan korupsi semakin nyata. Hal itu dimulai dengan pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), perubahan Undang-undang Mahkamah Konstitusi (MK), serta abainya pemerintah terhadap berbagai praktik konflik kepentingan.
Dalam rilis Indeks Persepsi Korupsi Indonesia yang diselenggarakan Transparency International Indonesia di Hotel JW Marriot, Jakarta, Selasa (30/1/2024), Direktur Eksekutif KEMITRAAN Laode M. Syarif turut menyampaikan sejumlah paparan. Dalam paparannya, Syarif mengatakan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia merupakan alat ukur yang valid dalam mengukur tingkat korupsi di Indonesia. Karena itu ia meminta keseriusan semua pihak dalam merespons stagnasi Indeks persepsi Korupsi Indonesia.
Ia pun mengatakan para capres dan cawapres memiliki tanggung jawab dan tugas besar untuk memperkuat sistem pemberantasan korupsi di Indonesia. Sebab, di tangan mereka lah masa depan pemberantasan korupsi berada.
“Kita wajib menunggu komitmen dan kerja keras para capres dan menjadi presiden yang bersedia menjadi panglima antikorupsi,” kata Syarif.
Syarif pun mengatakan ada segudang pekerjaan rumah (PR) yang menanti para capres dan cawapres di sektor pemberantasan korupsi seperti memperbaiki demokrasi dan akuntabilitas partai politik.
“Kemudian menghilangkan semua politik uang dan penyakit demokrasi. Politik uang harus dikurangi karena itu tidak akan menaikkan (poin demokrasi),” ujar dia.
Syarif juga menyebut tugas besar lainnya, yakni menghilangkan korupsi pada aparat penegak hukum dan militer. Kemudian menghilangkan semua suap atau gratifikasi dalam dunia usaha.
“Berikutnya mengembalikan independensi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan mengundangkan rancangan undang-undang asset recovery,” ucap dia.
Terakhir, merevisi undang-undang tindak pidana korupsi (tipikor). Syarif menyebut dirinya sudah mendorong hal itu sejak masih menjadi pimpinan KPK.
“Karena undang-undang tipikor belum memasukkan berbagai unsur seperti korupsi di sektor privat,” jelas dia.
Hal senada direkomendasikan oleh Transparency International Indonesia. Mereka menyerukan kepada pemerintah, parlemen, peradilan dan seluruh elemen negara untuk menjamin kualitas demokrasi berjalan sesuai harapan warga negara yang berorientasi pada pemberantasan korupsi. Harapannya semua itu bisa berdampak pada kesejahteraan dan keadilan sosial.
Transparency International Indonesia juga meminta Presiden, DPR dan partai politik, lembaga penyelenggara dan pengawasan Pemilu, serta lembaga penegak hukum menjamin berjalannya Pemilu yang jujur, adil dan berintegritas.
Adapun dalam memberantas korupsi, badan peradilan yang independen mutlak diperlukan. Sistem peradilan dan penegakan hukum yang bebas dari campur tangan cabang kekuasaan laindapat secara efektif menghukum semua koruptor dan memberikan pengawasan terhadap kekuasaan.
Selain itu, pemerintah dan apparat penegak hukum diminta lebih serius dalam memberantas korupsi di sector swasta. Harapannya dapat mendatangkan investasi yang berpihak pada keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial. Selain itu, pemerintah dan penegak hukum harus menjamin aspirasi masyarakat, jurnalis, akademisi dan tidak mengkriminalisasi warga negara yang mengkritik.