Direktur Eksekutif KEMITRAAN, Laode M. Syarif, menghadiri Regional Anti-Corruption Conference for Law Enforcement Professionals in Southeast Asia pada tanggal 29-31 Agustus di Bangkok, Thailand. Acara ini diselenggarakan oleh United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) untuk Asia Tenggara dan Pasifik, Komisi Anti-Korupsi Nasional Thailand, dan Kementerian Kehakiman Republik Korea. Lebih dari 200 delegasi dari 17 negara dan wilayah di Asia-Pasifik menghadiri acara tersebut. Forum ini dihadiri oleh praktisi pemberantasan korupsi dari unsur penegak hukum, otoritas pusat, lembaga pemberantasan korupsi dari negara-negara ASEAN, Timor Leste, pakar UNODC dan akademisi. Konferensi ini bertujuan memperkuat kerjasama regional dan internasional dan penuntutan kasus korupsi lintas yuridiksi.
Turut hadir secara daring, Ketua KPK Firli Bahuri sebagai pembicara dalam High Level Panel 1 dengan tema Tantangan dan Praktik Pemberantasan Korupsi di Asia Tenggara. Dikutip dari mediaindonesia.com, KPK menekankan perlu penguatan kerja sama untuk pemberantasan korupsi dan pencucian uang, karena seiring waktu dan kian majunya perekonomian serta teknologi, korupsi akan semakin canggih dan kompleks. “Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jenis, pola, dan pelaku korupsi beradaptasi dengan perkembangan sosial, politik, dan ekonomi. Semakin tinggi pendapatan suatu negara, semakin banyak korupsi dan pencucian uang yang akan beradaptasi. Dengan kata lain, korupsi merupakan moving target yang berkembang mengikuti kemajuan zaman dan teknologi,” kata Firli.
Di hari terakhir konferensi tersebut telah dihasilkan dokumen berjudul Recommendations from the Regional Anti-Corruption Conference for Law Enforcement Professionals in Southeast Asia. Dokumen tersebut merekomendasikan serangkaian inisiatif yang dapat diambil pemerintah dan badan berwenang di negara-negara Asia Tenggara dalam pemberantasan korupsi.
Laode M. Syarif berharap keterlibatan Indonesia dalam forum anti korupsi ini akan membantu upaya negara-negara di Asia Tenggara dan Pasifik Selatan dalam memberantas korupsi di negara masing-masing dan kasus-kasus kerupsi yang lintas yurisdiksi. Kerja sama dalam pemberantasan korupsi dapat dilakukan melalui pertukaran informasi, pelatihan dan transfer teknologi dari negara-negara maju dan dari lembaga-lembaga PBB seperti UNODC dan lain-lain.
Dalam acara ini, Laode M. Syarif mempresentasikan rekomendasi kaitan antara korupsi dan tindak pidana lainnya yang disusun bersama Working Group 2. Rekomendasi yang dipaparkan yaitu antara lain:
- Melakukan analisis dan penelitian di tingkat nasional dan daerah tentang peran korupsi dalam memfasilitasi kejahatan terorganisir. Seperti perdagangan manusia dan penyelundupan migran, obat-obatan palsu, perdagangan narkoba, perdagangan satwa liar dan kayu dan jenis kejahatan transnasional lainnya.
- Mempromosikan pemahaman bersama tentang hubungan antara korupsi dan kejahatan terorganisir. Termasuk dengan memastikan bahwa undang-undang tentang kejahatan serius dan kejahatan terorganisir memasukkan ketentuan yang jelas tentang korupsi dan memberikan sanksi yang sesuai dengan pertimbangan beratnya pelanggaran;
- Memperkuat Strategi dan Aksi Nasional untuk mencegah korupsi dalam lembaga negara dan otoritas penegak hukum yang bertugas menangani kejahatan terorganisir serta di dalam badan pengelolaan perbatasan (misalnya otoritas bea cukai dan imigrasi).
Working Group 2 juga merekomendasikan kepada semua negara untuk menjalankan
a. Praktik tata kelola yang baik (good governance)
b. Penilaian dan mitigasi risiko korupsi (corruption risk mitigation)
c. Pengelolaan konflik kepentingan (conflict of interest management) dan menjalankan
d. Kode etik dan mekanisme disiplin (code of ethics and discipline mechanism)
Rekomendasi selengkapnya dapat dibaca di tautan ini.