Beranda / Publication

Dorong Perlindungan Pembela HAM di Akar Rumput, Kemitraan Rilis Film Dokumenter ‘Pembela HAM dalam Sunyi Perlindungan Negara’

Foto: Dok. Kemitraan

Jakarta, 22 November 2021 – Pembela hak asasi manusia (HAM) adalah tulang punggung perubahan. Mereka aktif memajukan dan memperjuangkan perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan HAM dan kebebasan fundamental lewat pemantauan, pengorganisasian, pembelaan, dan pemberdayaan. Mereka juga melakukan kampanye, lobi, dan advokasi di tingkat lokal dan nasional sebagai upaya memengaruhi proses pembuatan kebijakan agar sejalan dengan kebutuhan masyarakat dan tak melanggar prinsip-prinsip HAM. Pembela HAM dapat berasal dari berbagai latar belakang pendidikan, profesi, gender dan lain sebagainya. 

Meski memiliki peran besar, pembela HAM menghadapi risiko tinggi dalam melakukan kerja-kerjanya. Jumlah pembela HAM yang menjadi korban represi setiap tahunnya mengalami peningkatan. Menurut data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) pada tahun 2018, ada 163 pembela HAM yang dikriminalisasi. Selain itu, berdasarkan pemantauan media daring yang KEMITRAAN lakukan pada tahun 2019, ada 86 kasus kekerasan terhadap pembela HAM dengan jumlah korban mencapai 283 orang, di mana tujuh orang di antaranya meninggal dunia. Komnas HAM menyebut tahun 2020 terjadi peningkatan pengaduan kasus di mana sebagaian besar adalah kasus HAM dengan jumlah 2.814. Bukan cuma jumlah kasus yang naik, jenis kekerasannya pun kian beragam, mulai dari penggunaan pasal-pasal karet yang mencelakai demokrasi dan kebebasan berpendapat dan serangan digital dalam bentuk peretasan. 

Kekerasan terhadap perempuan pembela HAM tidak hanya pada aktivitas perjuangannya, tetapi mengarah praktek pelecehan seksual dan norma gender. Komisi Nasional Anti-Kekerasan pada Perempuan mencatat mencatat sepanjang 2015-2021 sedikitnya 87 pembela HAM perempuan yang mengalami kekerasan.  

Laode M. Syarif, Direktur Eksekutif KEMITRAAN membeberkan bahwa berbagai tindak kekerasan dan intimidasi yang menimpa para pembela HAM, termasuk di sektor lingkungan, terjadi salah satunya karena belum ada jaminan perlindungan dari Negara. “Saat ini, meski sudah ada Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, pemerintah belum membuat klausul khusus soal perlindungan terhadap pembela HAM. Pemerintah juga belum menerbitkan peraturan turunan dari pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang secara spesifik menyebutkan bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana dan digugat secara perdata. Sayangnya, hak yang dijaminkan oleh konstitusi dan UU Lingkungan Hidup tersebut jarang sekali ditegakan dan atas nama investasi, pemerintah malah banyak mengeluarkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang tidak berpihak pada lingkungan dan perlindungan HAM,” ungkap Laode. 

Melalui program Perlindungan Pembela HAM untuk Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia, KEMITRAAN mendorong adanya perlindungan dan keamanan guna memperkuat dan membekali pembela HAM di akar rumput dalam menghadapi kriminalisasi, represi, dan insiden keamanan ketika memperjuangkan hak-haknya dan melakukan advokasi kebijakan.

Untuk semakin memperluas perhatian publik tentang isu pembela HAM di Indonesia, KEMITRAAN mendokumentasikan perjuangan mereka dalam film dokumenter berjudul Pembela HAM dalam Sunyi Perlindungan Negara. 

Film ini menceritakan perjuangan Efdariyanti dari Sawahlunto dan Fikih Sahabudin dari Sukoharjo melawan perusahaan besar untuk memperjuangkan lingkungan yang bersih dan sehat. Efdariyanti adalah ibu rumah tangga dari Desa Sikalang, Sawahlunto, Sumatera Barat, yang sempat mendapatkan represi dari aparat keamanan ketika memprotes perusahaan batu bara yang menyebabkan rumahnya rusak, kualitas air menurun dan lahan kebun tak lagi subur. 

“Saya itu awalnya tidak tahu, bahwa saya punya hak untuk melindungi diri dari ancaman kerusakan lingkungan. Meski awalnya takut, saya harus melakukan protes, pada pertambangan yang mengancam rumah dan tanah saya. Kita harus berani, agar negara berani juga bela rakyatnya,” ujar Efda. 

Dalam rangka merayakan hari Perempuan Pembela HAM Internasional pada tanggal 29 November dan 16 Hari Kampanye Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, KEMITRAAN bersama bersama Persaudarian Perempuan Pembela HAM mengadakan pemutaran perdana film Pembela HAM Dalam Sunyi Perlindungan Negara. Acara dilaksanakan pada tanggal 22 November 2021 secara online tetapi juga secara langsung bersama komunitas di Sukoharjo, Jawa Tengah yang terdampak limbah pabrik penghasil serat rayon. Acara ini juga menghadirkan pembicara pemantik diskusi dari berbagai kalangan. 

“Peran Perempuan Pembela HAM adalah memajukan dan menegakkan HAM, oleh karena itu negara berkewajiban untuk melindungi mereka dari berbagai risiko yg mengancam keselamatan dan keamanan mereka dan keluarganya,” ujar Theresia Iswarini, Komisioner Komnas Perempuan. 

“Kewajiban melindungi, menghormati dan memenuhi Hak Asasi Manusia adalah kewajiban konstitusional negara. Pada kenyataannya pelaksanaan dan pemenuhan HAM masih harus diperjuangkan warga negara dan dalam perjuangan tersebut terdapat peran dari para pembela HAM yang menghadapi risiko kekerasan, ancaman, intimidasi, hingga kriminalisasi. Kewajiban negara menjamin perlindungan, penghormatan dan pemenuhan HAM termuat di dalamnya juga untuk memastikan jaminan perlindungan terhadap para pembela HAM. Terpenuhinya perlindungan ini menjadi salah satu indikator penting apakah negara telah melaksanakan kewajiban konstitusionalnya tersebut,” papar Taufik Basari, Anggota DPR RI.

“Pembela HAM adalah gerbang terakhir perlindungan masyarakat miskin yang kerap menjadi korban atas birahi pembangunan yang sewenang-wenang. Di dalam dokumenter ini perjuangan mereka termasuk ancaman yg mereka terima sehati-hari disuguhkan apa adanya, semoga dokumenter ini mampu melengkapi ‘dorongan’ adanya perlindungan yang nyata kepada mereka,” ungkap Andhy Panca Kurniawan, Director and Founder Watchdoc. 

“Film Pembela HAM dalam Sunyi Perlindungan Negara merupakan upaya menyebarluaskan dan menginspirasi berbagai komunitas dan organisasi masyarakat sipil yang tak kenal lelah memperjuangkan pemenuhan hak asasi atas lingkungan yang bersih dan sehat. Kita perlu mengingatkan pemerintah dan dunia usaha bahwa segala bentuk intimidasi dan kekerasan yang diberikan pada pejuang lingkungan dan HAM harus diakhiri karena bertentangan dengan cita-cita mulia Undang Undang Dasar 1945,” ujar Laode saat menutup acara. 

Film Pembela HAM dalam Sunyi Perlindungan Negara dapat ditonton secara gratis oleh publik di kanal Youtube KEMITRAAN Indonesia mulai tanggal 23 November 2021. Selain film dokumenter, KEMITRAAN juga merilis buku tentang perjuangan pembela HAM sektor lingkungan berjudul Melawan Alam dan Kehidupan yang dapat diunduh gratis di kemitraan.or.id. 

Tonton Film “Pembela HAM dalam Sunyi Perlindungan Negara” di sini.

Tonton juga acara pemutaran perdana Film “Pembela HAM dalam Sunyi Perlindungan Negara di sini.

2016

Pada bulan Maret 2016, KEMITRAAN menerima akreditasi internasional dari Adaptation Fund. Dewan Adaptation Fund, dalam pertemuannya yang ke-27, memutuskan untuk mengakreditasi KEMITRAAN sebagai National Implementing Entity (NIE) dari Adaptation Fund. KEMITRAAN menjadi lembaga pertama dan satu-satunya lembaga Indonesia yang terakreditasi sebagai NIE Adaptation Fund di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

 

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

 

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

2000-2003

KEMITRAAN memainkan peran krusial dalam mendukung pengembangan undang-undang untuk membentuk KPK. Hal ini diikuti dengan langkah mendukung Pemerintah dan DPR dalam memilih calon komisioner yang kompeten dan juga mendukung kelompok masyarakat sipil untuk mengawasi secara kritis proses seleksinya. Setelah komisioner ditunjuk, mereka meminta KEMITRAAN untuk membantu mendesain kelembagaan dan rekrutmen awal KPK, serta memainkan peran sebagai koordinator donor. Sangat jelas bahwa KEMITRAAN memainkan peran kunci dalam mendukung KPK untuk mengembangkan kapasitas dan strategi yang diperlukan agar dapat bekerja seefektif mungkin.

2003

Pada tahun 2003, KEMITRAAN menjadi badan hukum yang independen yang terdaftar sebagai Persekutuan Perdata Nirlaba. Pada saat itu, KEMITRAAN masih menjadi program yang dikelola oleh UNDP hingga akhir tahun 2009. Sejak awal tahun 2010, KEMITRAAN mengambil alih tanggung jawab dan akuntabilitas penuh atas program-program dan perkembangannya.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.