Beranda / Publication

Membangun Sinergitas di Papua Barat Menuju Provinsi Pembangunan Berkelanjutan

Foto: Dok. iStock

Provinsi Papua Barat sebelumnya bernama Provinsi Irian Jaya Barat dimekarkan dari Provinsi induk Irian Jaya (Papua) melalui Undang-undang No. 45 Tahun 1999. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007, nama Irian Jaya Barat diubah menjadi Papua Barat.

Memiliki Luas 102.955,15 km2  provinsi yang yang berpenduduk  1.134.068 jiwa (data 2020), yang tersebar di 13 Kabupaten dan 1 Kota kaya akan sumber Daya Alam. Tahun 2019, provinsi ini menetapkan diri sebagai Provinsi Pembangunan berkelanjutan, hal tersebut diperkuat dengan dihasilkannya  Perdasus (Peraturan Daerah Khusus) No 10 tahun 2019 tentang Pembangunan Berkelanjutan di Provinsi Papua Barat pada tanggal 29 November 2019.

Dalam mengejahwentahkan apa yang menjadi tujuan lewat Provinsi Pembangunan berkelanjutan ini maka Provinsi Papua Barat berkomitmen dan berkeinginan untuk tetap menggunakan pendekatan Masyarakat Hukum Adat yang didalamnya terdapat elemen penting Orang Asli Papua (OAP) dalam mewujudkan Provinsi Papua Barat sebagai Provinsi Pembangunan berkelanjutan. Hal ini diperkuat dengan dihasilkannya Perdasus No. 9 tahun 2019 tentang Pedoman Pengakuan, perlindungan, pemberdayaan masyarakat hukum adat di Provinsi Papua Barat.

Berbekal 2 Perdasus yang telah dihasilkan tentunya tidak serta merta dapat mewujudkan apa yang menjadi cita-cita Papua Barat sebagai Provinsi Pembangunan Berkelanjutan. Dibutuhkan kerja keras semua pihak (multi stakeholder) baik itu Pemerintah dalam hal ini seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Provinsi Papua Barat maupun para mitra lokal serta Mitra Pembangunan nasional dan internasional.

KEMITRAAN melalui Program BERKILAU  (Bersama Kita Lindungi Tanah Papua) berupaya berperan dalam meningkatkan koordinasi dan konsultasi multi-pemangku kepentingan untuk meningkatkan pengembangan berkelanjutan Tanah Papua. Termasuk tentang bagaimana secara efektif menyelaraskan instrumen kebijakan utama nasional dan daerah dari Inpres No. 9/2020 yang fokus pada Pembangunan Berkelanjutan dan Lingkungan Hidup. KEMITRAAN berupaya menjembatani semua pemangku kepentingan di Papua Barat agar dapat bersinergi mencapai amanat dalam Peraturan yang telah ditetapkan. Selain itu juga mengharmonisasikan kebijakan pembangunan pada level nasional dan daerah.

Pada tanggal 21 Agustus 2021, KEMITRAAN mengadakan Forum Diskusi Lintas Organisasi Perangkat Daerah Untuk Pembangunan Berkelanjutan di Papua Barat. Acara ini dihadiri oleh Sekda Provinsi Papua Barat, Drs. Natanael Mandacan M.Si. Dalam sambutan yang disampaikan pada kegiatan yang berlangsung secara daring ini, beliau menyatakan bahwa dalam membangun provinsi pembangunan berkelanjutan tidak hanya fokus pada sumber daya alamnya tetapi juga manusianya sehingga ini harus melibatkan semua sektor atau semua lintas OPD. Peran penting seluruh sektor mulai dari mencari, mengelola dan berbagi data menjadi kunci penting untuk keberhasilan pembangunan berkelanjutan di Papua Barat.

Hal tersebut juga disepakati oleh kepala Dinas TPH Bun (Tanaman Pangan dan Perkebunan) Papua Barat, Dr. Jacob S. Fonataba, “Biasanya pembukaan lahan tidak diikuti dengan data yang lengkap. Padahal pembukaan lahan itu sangat penting dan merupakan bagian data yang diperlukan oleh dinas pertanian. Kita perlu melakukan pemetaan-pemetaan terhadap lokasi pertanian berkelanjutan.”

Peran masyarakat adat di Papua dan Papua Barat sangat penting dalam pembangunan berkelanjutan. Soni Sumarsono selaku perwakilan dari KEMITRAAN mengungkapkan, “Pembangunan rendah karbon harus dirumuskan dengan keterlibatan masyarakat adat. Inpres 9 tahun 2020 tidak memiliki arti apa-apa tanpa masyarakat adat.”

Diskusi ini ditutup oleh Sekda Provinsi Papua Barat dengan pesan, “Perubahan itu tidaklah mudah dan cepat tetapi membutuhkan waktu yang sangat panjang. Menjalin kerjasama yang baik dengan KEMITRAAN akan mendorong percepatan pembangunan rendah karbon yang ada di provinsi Papua Barat.”

2016

Pada bulan Maret 2016, KEMITRAAN menerima akreditasi internasional dari Adaptation Fund. Dewan Adaptation Fund, dalam pertemuannya yang ke-27, memutuskan untuk mengakreditasi KEMITRAAN sebagai National Implementing Entity (NIE) dari Adaptation Fund. KEMITRAAN menjadi lembaga pertama dan satu-satunya lembaga Indonesia yang terakreditasi sebagai NIE Adaptation Fund di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

 

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

 

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

2000-2003

KEMITRAAN memainkan peran krusial dalam mendukung pengembangan undang-undang untuk membentuk KPK. Hal ini diikuti dengan langkah mendukung Pemerintah dan DPR dalam memilih calon komisioner yang kompeten dan juga mendukung kelompok masyarakat sipil untuk mengawasi secara kritis proses seleksinya. Setelah komisioner ditunjuk, mereka meminta KEMITRAAN untuk membantu mendesain kelembagaan dan rekrutmen awal KPK, serta memainkan peran sebagai koordinator donor. Sangat jelas bahwa KEMITRAAN memainkan peran kunci dalam mendukung KPK untuk mengembangkan kapasitas dan strategi yang diperlukan agar dapat bekerja seefektif mungkin.

2003

Pada tahun 2003, KEMITRAAN menjadi badan hukum yang independen yang terdaftar sebagai Persekutuan Perdata Nirlaba. Pada saat itu, KEMITRAAN masih menjadi program yang dikelola oleh UNDP hingga akhir tahun 2009. Sejak awal tahun 2010, KEMITRAAN mengambil alih tanggung jawab dan akuntabilitas penuh atas program-program dan perkembangannya.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.