Beranda / Publication

Mendorong Agenda Pembangunan Inklusif 2020-2024

Jakarta, 11 April 2019. Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) sedang mempersiapkan rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Rancangan itu siap dimatangkan bersama pemerintahan baru kelak, maksimum tiga bulan setelah pelantikan presiden terpilih di bulan Oktober 2019. Sebelum RPJMN 2020-2024 ini menjadi dokumen perencanaan yang final, KEMITRAANperlu memastikan bahwa rencana pembangunan yang disusun oleh Bappenas ini merupakan rencana pembangunan yang inklusif, yaitu rencana pembangunan yang mengakomodir kepentingan dan kebutuhan berbagai kelompok yang rentan dan terpinggirkan.

Dalam workshop Demokrasi Inklusif: Membangun Tanpa Meninggalkan, Kamis 11 April 2019 di Jakarta, Kemitraan mengundang beberapa politisi yang saat ini menjadi anggota legislatif maupun yang sedang maju sebagai calon anggota legislatif, bersama organisasi masyarakat sipil lainnya memetakan berbagai tantangan dan kebutuhan untuk memasukkan agenda-agenda inklusif dalam rancaangan RPJMN ini. Agenda inklusif dimaksud yakni pembelaan terhadap: hak masyarakat adat, hak perempuan dalam politik, hak masyarakat difabel, dan hak untuk akses informasi dan penghapusan informasi. Keempat hak tersebut adalah bagian dari agenda pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals, atau SDGs) yang tercantum dalam poin ke-16: perdamaian, keadilan dan penguatan lembaga.

“KEMITRAAN mengusung konsep Satu Indonesia, di mana pembangunan yang inklusif menjadi salah satu prioritas utama. Kami berharap negara aktif melindungi dan menjamin hak-hak pembangunan inklusif ini dan menjadikannya sebagai identitas bangsa,” kata Direktur Eksekutif Kemitraan Monica Tanuhandaru.

Direktur Politik dan Komunikasi Bappenas Wariki Sutikno sebagai keynote speaker mengungkapkan, Indonesia seringkali dianggap baik dalam agenda pembangunan berkelanjutan mengingat banyak agenda SDGs yang telah diakomodir dalam rancangan perencanaan dan penganggaran. Secara umum, lanjutnya, rancangan RPJMN 2020-2024 sudah terdapat unsur-unsur inklusif, misalnya seperti bantuan hukum kepada penduduk miskin, peningkatan peran perempuan, toleransi dan lainnya.

Berikut enam daftar Prioritas Nasional (PN) dalam RPJMN 2020-2024, yakni:

  • PN1: Penguatan ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas;
  • PN2: Mengembangkan wilayah untuk mengurangi kesenjangan dan menjamin pemerataan;
  • PN3: Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas dan berdaya saing;
  • PN4: Membangun karakter bangsa;
  • PN5: Memperkuat infrastruktut untuk mendukung pengembangan ekonomi dan pelayanan dasar;
  • PN6: Membangun lingkungan hidup, meningkatkan ketahanan bencana dan perubahan iklim;
  • PN7: Memperkuat stabilitas polhukhankam dan transformasi pelayanan publik.

Wariki menambahkan, salah satu tolak ukur SDGs yang digunakan Bappenas adalah Index Demokrasi Indonesia yang saat ini baru di angka 72,11, dengan target 2019 mencapai angka 75. Angka 72,11 ini dinilai masih rendah akibat rendahnya tiga aspek: kebebasan sipil, hak-hak politik dan kinerja lembaga demokrasi. Misalnya tentang rendahnya pemenuhan hak-hak politik. Hal ini akibat terhambatnya hak memilih atau dipilih, kurangnya fasilitas bagi difabel atau rendahnya persentase perempuan terpilih terhadap total anggota DPRD provinsi. Sedangkan, kinerja lembaga demokrasi rendah karena partai tidak melakukan kaderisasi, sekadar mencomot tokoh populer, proses pembuatan UU di DPR alot dan sering tidak dihadiri anggota. Sebagai perbaikan, Wariki memberi usulan. “Setiap calon legislatif mestinya ikut Regulatory Impact Assessment, supaya paham dampak berbagai aturan UU terhadap masyarakat umum,” katanya.

Dalam sessi pertama diskusi, empat orang pemateri memaparkan isu-isu spesifik dari perspektif masing-masing. Project Officer Program Peduli Alexander Mering mempresentasikan kearifan masyarakat adat dalam ketahanan pangan lokal meski menghadapi masalah pencatatan kependudukan, seperti misalnya yang terjadi di masyarakat Desa Boti di Nusa Tenggara Timur. Ade Wahyudin dari LBH Pers memaparkan akses informasi publik dan hak atas penghapusan Informasi di Indonesia. Hurriyah dari Pusat Studi Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) mengungkapkan tantangan bahwa lebih dari satu dekade kebijakan kuota 30% untuk calon legislator perempuan diimplementasikan, baru 18% perempuan yang benar-benar terpilih menjadi anggota parlemen nasional. Dan Bahrul Fuad/Cak Fu dari The Asia Foundation memaparkan tantangan perlindungan dan akses bagi penyandang disabilitas di Indonesia. “Per 2015, ada 8.56% penduduk Indonesia yang merupakan penyandang disabilitas,” katanya.

Pada sessi kedua diskusi, tiga orang pemateri menyampaikan berbagai hal terkait dengan proses pemilu dan bagaimana strategi yang baik untuk mengawal serta memenangkan pemilu. Ilham Saputra dari Komisioner Komisis Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU-RI) menyampaikan bagaimana KPU-RI berupaya semaksimal mungkin dalam menjaga integritas pemilu eksekutif dan legislatif 2019. Wahidah Suaib dari KEMITRAAN menyampaikan bagaimana pentingnya strategi dalam mengawal suara dan mencegah terjadinya pelanggaran dan manipulasi suara. Ditutup oleh Veri Junaidi dari Kode Inisiatif yang berbicara tentang strategi mengawal pengaduan pungut hitung dan sengketa hasil pemilu. Kode inisiatif juga membangun sistem advokasi online untuk para konstentan calon anggota legislatif yang mengetahui ataupun mengalami kecurangan dalam proses pemilu 2019.

Workshop ini mengawali kegiatan program Initiative for Network Strengthening of Young Politicians to Improve Representation and Political Empowerment (Inspire) yang didukung oleh Netherlands Institute for Multiparty Democracy (NIMD), dan akan berlangsung hingga Desember 2019. KEMITRAAN mendorong berbagai organisasi masyarakat sipil untuk terus memberi masukan dan saran demi mendorong pembangunan inklusif pada RPJMN 2020-2024.

2016

Pada bulan Maret 2016, KEMITRAAN menerima akreditasi internasional dari Adaptation Fund. Dewan Adaptation Fund, dalam pertemuannya yang ke-27, memutuskan untuk mengakreditasi KEMITRAAN sebagai National Implementing Entity (NIE) dari Adaptation Fund. KEMITRAAN menjadi lembaga pertama dan satu-satunya lembaga Indonesia yang terakreditasi sebagai NIE Adaptation Fund di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

 

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

 

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

2000-2003

KEMITRAAN memainkan peran krusial dalam mendukung pengembangan undang-undang untuk membentuk KPK. Hal ini diikuti dengan langkah mendukung Pemerintah dan DPR dalam memilih calon komisioner yang kompeten dan juga mendukung kelompok masyarakat sipil untuk mengawasi secara kritis proses seleksinya. Setelah komisioner ditunjuk, mereka meminta KEMITRAAN untuk membantu mendesain kelembagaan dan rekrutmen awal KPK, serta memainkan peran sebagai koordinator donor. Sangat jelas bahwa KEMITRAAN memainkan peran kunci dalam mendukung KPK untuk mengembangkan kapasitas dan strategi yang diperlukan agar dapat bekerja seefektif mungkin.

2003

Pada tahun 2003, KEMITRAAN menjadi badan hukum yang independen yang terdaftar sebagai Persekutuan Perdata Nirlaba. Pada saat itu, KEMITRAAN masih menjadi program yang dikelola oleh UNDP hingga akhir tahun 2009. Sejak awal tahun 2010, KEMITRAAN mengambil alih tanggung jawab dan akuntabilitas penuh atas program-program dan perkembangannya.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.