Terjadinya penyiksaan tak lepas dari dampak relasi sosial-politik yang timpang, hingga dapat membelenggu sistem hukum dan peradilan di Indonesia. Kesenjangan kekuasaan membuat korbannya tidak mampu melindungi, mempertahankan dan bahkan mendapatkan pemulihan hak untuk dirinya sendiri.
Sayangnya, praktik penyiksaan tak jarang terjadi di berbagai institusi. Bahkan temuan LBH Jakarta bekerja sama dengan KEMITRAAN (2010), mengungkap bahwa semua lembaga penegak hukum terlibat dalam praktik penyiksaan. Idealnya, proses penegakan hukum tidak boleh dijalankan atau dikendalikan oleh praktik penyiksaan karena akan menyumbat dan mengunci rasionalitas dan dialektika pencarian kebenaran yang didasarkan fakta-fakta. Apalagi di luar proses penegakan hukum, akan lebih banyak praktik penyiksaan yang bisa terjadi.
Oleh karena itu, perlu adanya masukan dan rekomendasi bagi pemerintah Indonesia untuk mulai membangun mekanisme dan prosedur pencegahan penyiksaan yang termuat dalam buku Membangun Dunia tanpa Penyiksaan: Panduan Pemantauan dan Pencegahan Penyiksaan Bagi Pembela HAM.
Buku panduan ini berisi tentang bagaimana memahami penyiksaan, melakukan pemantauan, dan bagaimana melakukan pencegahannya. Harapannya, buku ini dapat berkontribusi serta memperkuat upaya masyarakat sipil dalam membangun dunia tanpa penyiksaan. Tidak hanya menjangkau kalangan aktivis, melainkan siapapun yang berkepentingan untuk melawan dan menghentikan praktik penyiksaan.
Buku Membangun Dunia Tanpa Penyiksaan: Panduan Pemantauan dan Pencegahan Penyiksaan Bagi Pembela HAM