TANGERANG – Deretan batik yang berjejer di BRI UMKM Expo di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Banten pada 31 Januari lalu bukan sekadar kain biasa. Di dalamnya tersimpan cerita tentang upaya menyelamatkan lingkungan sebuah kota. Kain batik itu dibuat dari pewarna alami oleh para pengrajin dari Kota Pekalongan.
Batik pewarna alami merupakan program yang digagas KEMITRAAN melalui dukungan Adaptation Fund. Program ini berawal dari keprihatinan lantaran tercemarnya sungai dan air tanah di Pekalongan oleh pewarna batik sintesis. Bahkan ada ungkapan jika warna air sungai di Pekalongan penuh warna, itu berarti produksi batik sedang tinggi.
Ambar selaku pemilik merek batik Puri Ambari dan penggerak pembuatan batik pewarna alami dari KEMITRAAN mengatakan, batik pewarna alami dari Pekalongan telah melalui perjalanan panjang hingga bisa dipasarkan ke Jakarta, bahkan dieskpor. Meskipun Pekalongan dikenal sebagai Kota Batik, di sana belum dikenal produksi batik dengan menggunakan pewarna alami. Hampir semua pengrajin menggunakan pewarna sintesis yang mencemari sungai dan air tanah.
Namun upaya Ambar mengajak para pengusaha batik di Pekalongan lambat laun mulai menuai hasil. Beberapa pengusaha batik pun tertarik menggelutinya. Salah satunya Afida, pengusaha muda yang kini mencoba menekuni produksi batik pewarna alami. Sebelumya ia hanya menjual batik pewarna sintesis.
Afida menceritakan ketertarikannya dengan batik pewarna alami dimulai dari keprihatinan terhadap pencemaran sumgai di Pekalongan oleh pewarna batik sintesis. Menurut dia sangat ironis bila tercemarnya sungai di Pekalongan menjadi salah satu indikator tingginya produksi batik. Padahal semestinya peningkatan ekonomi masyarakat diiringi pula dengan peningkatan kualitas hidup, yang salah satunya dilihat dari kelestarian lingkungan.
“Jadi di awal memang saya langsung tertarik dengan value lingkungannya. Ini (batik pewarna alami) bagus ke depannya karena tidak menghasilkan limbah,” ujar Afida.
Saat ini beberapa pengusaha batik di Pekalongan sudah mulai mencoba memproduksi batik pewarna alami. Mereka tergabung dalam kelompok dampingan yang dibentuk KEMITRAAN bernama Lamtiur. Nama Lamtiur kemudian digunakan sebagai nama merek yang menaungi batik pewarna alami yang mereka produksi.
Afida mengatakan saat ini ia masih menjual batik pewarna sintesis sebab pasar belum sepenuhnya siap menyerap produksi batik pewarna alami. Selain itu pembuatan batik pewarna alami membutuhkan waktu yang lebih lama karena proses pewarnaannya yang kompleks. Kendati demikian prospek bisnis batik pewarna alami sangat cerah. Kata Afida, batik pewarna alami punya keunggulan dari sisi eksklusivitasnya.
“Pertama, karena proses pembuatannya tidak biasa, jadinya orang tertarik. Apalagi dibungkus dengan value lingkungannya. Orang jadi tertarik beli. Selain itu batik pewarna alami ini lebih nyaman dipakai karena pewarnanya dari alam. Jadi lebih nyaman buat orang yang kulitnya sensitif,” ujar Afida.
Hal senada disampaikan Andaru, pengusaha batik dari Pekalongan yang juga menampilkan batik pewarna alaminya di pameran di ICE BSD. Andaru yang mengenal batik pewarna alami dari KEMITRAAN juga mengamini cerahnya prospek bisnis batik pewarna alami.
“Terutama pasar ekspor, mereka senang sekali dengan batik pewarna alami. Jadi kalau ditekuni ini prospeknya bagus ke depannya,” ujar Andaru.
Adapun batik pewarna alami yang dipelopori KEMITRAAN dari Pekalongan ini sudah beberapa kali pula tampil di berbagai fashion show. Kelompok Lamtiur yang berkolaborasi dengan Puri Ambari juga sukses mengikuti Solo Fashion Week. Ia pun yakin respons masyarakat akan semakin bagus ke depannya dengan hadirnya batik pewarna alami di kancah perbatikan nasional.
“Respons masyarakat makin hari makin bagus. Memang harus terus diedukasi. Dan ke depannya ini akan punya nilai ekonomi yang sangat besar dan harapan yang besar bagi kelestarian lingkungan kita,” tutur Ambar.