Home / Publication

Festival HAM 2023: Memperjuangkan Kesetaraan Melalui Pemenuhan HAM untuk Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Adat dan Etnis Minoritas

Konflik lahan menyebabkan hilangnya ruang hidup banyak warga negara, termasuk di antaranya adalah masyarakat adat. Bagi mereka, ini tidak hanya berarti hilangnya akses terhadap lahan, tetapi juga jati diri dan nilai-nilai adat serta tradisi yang merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM). Negara sudah selayaknya hadir dan memastikan setiap warganya mendapat haknya, seperti yang tertuang dalam resolusi dewan HAM PBB dalam salah satu resolusinya yang menekankan bahwa kewajiban ini harus dijalankan oleh pemerintah pusat.

Perayaan Festival HAM diselenggarakan oleh Komnas HAM, Kantor Staf Presiden, Pemerintah Kota Singkawang dan INFID.  KEMITRAAN sebagai lembaga yang memiliki fokus pada penguatan HAM di Indonesia, melalui program Estungkara berpartisipasi dalam perayaan festival HAM yang diselenggarakan oleh Komnas HAM, Kantor Staf Presiden, Pemerintah Kota Singkawang dan INFID. KEMITRAAN menyelenggarakan salah satu sarasehan bertema upaya mendorong kesetaraan melalui pemenuhan HAM bagi masyarakat adat dan etnis minoritas. Hadir sebagai narasumber yaitu Gatot Ristanto, Kepala Biro Dukungan Penegakan HAM, Muhammad Arman dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Anton Jawamara sebagai pemerhati masyarakat adat dan penghayat Marapu, serta Muhammad Rozali dari Dinas Dukcapil Kabupaten Tangerang

Diskusi diawali dengan sharing dari mitra program Estungkara, yaitu KKI Warsi tentang bagaimana kondisi Orang Rimba dan Talang Mamak yang masih berjuang dengan ancaman hilangnya ruang hidup di Provinsi Jambi, dan dari PPSW Jakarta tentang bagaimana etnis minoritas Cina Benteng masih menghadapi  tantangan terkait kepengurusan dokumen kependudukan seperti identitas legal dan dokumen pernikahan.

Side event yang diselenggarakan pada tanggal 18 Oktober 2023 di Kota Singkawang ini bertujuan untuk menyampaikan isu-isu HAM dalam komunitas adat dan etnis minoritas serta  berbagi cerita terkait upaya advokasi atas akses layanan . Pemenuhan HAM bagi masyarakat adat tentunya mengacu sejumlah aspek salah satunya terkait hak untuk memperoleh layanan dasar kependudukan serta hak pendidikan bagi anak.

“Pemenuhan layanan pendidikan bagi anak-anak Marapu merupakan perjalanan panjang, tenaga pendidik penghayat menjadi salah satu hal penting untuk memberikan jaminan bagi anak-anak Marapu memperoleh hak pendidikan yang setara,” Anton, Pemerhati Marapu, Sumba Timur dalam paparannya.

Devi Anggraini, Direktur PEREMPUAN AMAN membagikan cerita perlawanan bagaimana kehidupan Perempuan Adat Rendu, Nagekeo dalam menghadapi pembangunan Waduk Lambo yang telah menghilangkan ruang hidup dan kesejahteraan masyarakat. Perampasan wilayah oleh negara tidak hanya menghilangkan wilayah hidup mereka, namun lebih jauh juga mengenai nilai-nilai adat, sosial ekologis masyarakat adat, serta acaman punahnya budaya dan tradisi adat setempat.

Diskusi yang berlangsung selama kurang lebih dua jam ini berlangsung interaktif. Peserta yang berasal dari berbagai latar belakang, baik pemerintah daerah, peneliti, akademisi, dan juga CSO menggunakan kesempatan ini untuk menanyakan perihal bagaimana sebenarnya persoalan dasar pemenuhan HAM bagi masyarakat adat hingga apa saja yang sudah atau sedang dilakukan Komnas HAM terkait hal ini.

Komnas HAM yang diwakili oleh Gatot Ristanto menyampaikan dalam paparannya bahwa pihaknya mendukung penuh pemenuhan HAM bagi masyarakat adat, salah satunya dengan cara melakukan kajian, memberikan pelatihan dan penyuluhan mengenai Kabupaten/Kota HAM hingga pada sektor kepolisian dan juga sektor bisnis, serta memberikan perlindungan bagi pembela HAM Peraturan Komnas HAM No 5 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pembela HAM.

Diskusi ini diakhiri dengan pemahaman bersama bahwa masih cukup banyak tantangan yang dihadapi untuk memberikan perlindungan dan pengakuan atas keberadaan masyarakat adat terlihat dari berbagai contoh konflik yang disampaikan oleh peserta. Diharapkan negara mau meninjau ulang berbagai peraturan dan menguatkan koordinasi antar lembaga negara untuk pemenuhan HAM masyarakat adat dan etnis minoritas. Komnas HAM juga berkomitmen untuk menerima dan menindaklanjuti aduan masuk yang disampaikan masyarakat adat. Komnas HAM sendiri merupakan mitra strategis Kemitraan, terutama untuk isu-isu kelompok minoritas atau kelompok marjinal dan rentan. Sejak 2015 Kemitraan telah bekerjasama dengan Komnas HAM untuk isu perlindungan bagi kelompok dengan orientasi seksual yang berbeda serta aktif berdiskusi untuk memasukkan isu masyarakat adat dan konflik agararia di tahun 2019 untuk laporan tahunan.

2016

Pada bulan Maret 2016, KEMITRAAN menerima akreditasi internasional dari Adaptation Fund. Dewan Adaptation Fund, dalam pertemuannya yang ke-27, memutuskan untuk mengakreditasi KEMITRAAN sebagai National Implementing Entity (NIE) dari Adaptation Fund. KEMITRAAN menjadi lembaga pertama dan satu-satunya lembaga Indonesia yang terakreditasi sebagai NIE Adaptation Fund di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

 

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

 

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

2000-2003

KEMITRAAN memainkan peran krusial dalam mendukung pengembangan undang-undang untuk membentuk KPK. Hal ini diikuti dengan langkah mendukung Pemerintah dan DPR dalam memilih calon komisioner yang kompeten dan juga mendukung kelompok masyarakat sipil untuk mengawasi secara kritis proses seleksinya. Setelah komisioner ditunjuk, mereka meminta KEMITRAAN untuk membantu mendesain kelembagaan dan rekrutmen awal KPK, serta memainkan peran sebagai koordinator donor. Sangat jelas bahwa KEMITRAAN memainkan peran kunci dalam mendukung KPK untuk mengembangkan kapasitas dan strategi yang diperlukan agar dapat bekerja seefektif mungkin.

2003

Pada tahun 2003, KEMITRAAN menjadi badan hukum yang independen yang terdaftar sebagai Persekutuan Perdata Nirlaba. Pada saat itu, KEMITRAAN masih menjadi program yang dikelola oleh UNDP hingga akhir tahun 2009. Sejak awal tahun 2010, KEMITRAAN mengambil alih tanggung jawab dan akuntabilitas penuh atas program-program dan perkembangannya.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.

2020

This agreement was signed between Green Climate Fund (GCF) and PARTNERSHIP. This agreement formalizes KEMITRAAN’s accountability in implementing projects approved by the GCF.

For your information, the GCF is the world’s largest special fund that helps developing countries reduce greenhouse gas emissions and increase their ability to respond to climate change.

These funds were collected by the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) in 2010. The GCF has an important role in realizing the Paris Agreement, namely supporting the goal of keeping the average global temperature increase below 2 degrees Celsius.

2020

This agreement was signed between Green Climate Fund (GCF) and PARTNERSHIP. This agreement formalizes KEMITRAAN’s accountability in implementing projects approved by the GCF.

For your information, the GCF is the world’s largest special fund that helps developing countries reduce greenhouse gas emissions and increase their ability to respond to climate change.

These funds were collected by the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) in 2010. The GCF has an important role in realizing the Paris Agreement, namely supporting the goal of keeping the average global temperature increase below 2 degrees Celsius.

2016

In March 2016, KEMITRAAN received international accreditation from the Adaptation Fund. The Adaptation Fund Board, in its 27th meeting, decided to accredit KEMITRAAN as National Implementing Entity (NIE) from the Adaptation Fund. KEMITRAAN is the first and only Indonesian institution to be accredited as a NIE Adaptation Fund in Indonesia.

2003

In 2003, KEMITRAAN became an independent legal entity registered as a Non-Profit Civil Partnership. At that time, KEMITRAAN was still a program managed by UNDP until the end of 2009. Since the beginning of 2010, KEMITRAAN took over full responsibility and accountability for the programs and their development.

2000-2003

KEMITRAAN played a crucial role in supporting the development of legislation to establish the KPK. This was followed by steps to support the Government and DPR in selecting competent commissioner candidates and also supporting civil society groups to critically monitor the selection process. After the commissioners were appointed, they asked KEMITRAAN to help with the institutional design and initial recruitment of the KPK, as well as play the role of donor coordinator. It is clear that KEMITRAAN plays a key role in supporting the Corruption Eradication Commission to develop the capacity and strategies needed to work as effectively as possible.

1999-2000

The Partnership for Governance Reform, or KEMITRAAN, was founded in 2000 following Indonesia’s first free and fair general election in 1999. This historic election is an important step in Indonesia’s efforts to move away from an authoritarian past towards a democratic future. PARTNERSHIP was established from a multi-donor trust fund and is managed by United Nations Development Programme (UNDP) with a mandate to advance governance reform in Indonesia

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.