KEMITRAAN is an independent institution that facilitates collaborative governance reform to realize a more prosperous Indonesia, involving various parties (government, political actors, civil society, and the private sector). In the process, to ensure that development does not harm any party (no one left behind), KEMITRAAN in all its work mainstreams the principles of inclusivity, anti-corruption, human rights (HAM), and gender equality.
We aspire to a just, democratic and prosperous Indonesia built on principles and practices of good governance in a sustainable manner. We believe that all of this can be achieved by encouraging and institutionalizing the principles of collaborative governance involving all parties (government, local government, community civil, private sector, and others). Especially in the decision-making process and implementation of policies to strengthen democracy, climate resilience, security and justice, as well as economic and environmental governance. This aims to create public services that are fairer, more transparent, and more responsive to the needs of the community.
This process emphasizes the importance of synergy between all actors to solve problems. complex issues we face together. Therefore, we are also committed to strengthening our capacity organization as a trusted institution that assists and strengthens local and regional civil society groups and the private sector in promoting and institutionalizing good governance practices in Indonesia and in the regions.
APPROACH
We
KEMITRAAN memiliki strategi capacity from within, pressure frow without.
Capacity from within: Dalam melakukan kerja-kerjanya KEMITRAAN memiliki pendekatan peningkatan terhadap actor tata kelola, yakni meningkatkan kapasitas pemerintah, dari level nasional hingga pemerintahan terkecil yakni desa, dan juga peningkatan kapasitas Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), kelompok serta komunitas dampingan berbasis kebutuhan.
Pressure from outside: Dalam melakukan advokasi, KEMITRAAN menginisiasi koalisi dan juga terlibat aktif menjadi bagian dari gerakan masyarakat sipil untuk memastikan tata kelola pemerintahan yang dijalankan oleh pemerintah dapat berjalan sesuai prinsip inklusif, anti-korupsi, menjunjung tinggi HAM dan juga mengarusutamakan perspektif gender.
KEMITRAAN juga aktif melakukan kajian-kajian strategis untuk menemukan alternatif solusi terhadap persoalan tata kelola yang sedang dihadapi, sehingga apa yang menjadi usulan serta rekomendasi didasarkan pada bukti (evidence base).
Timeline
Transformation Process
INDONESIA
1999-2000
Born from the Mandate of National Figures
Melalui dukungan dari United Nations Development Programme (UNDP), Asian Development Bank (ADB) serta organisasi internasional lainnya, KEMITRAAN melakukan kerja-kerja reformasi tata kelola pemerintahan dalam rangka mengawal proses transisi demokrasi pasca reformasi di Indonesia. Reformasi di bidang hukum dan peradilan, di bidang pelayanan publik, memperkuat gerakan anti-korupsi menjadi kerja-kerja awal KEMITRAAN sebelum akhirnya berkembang sesuai dengan tantangan tata kelola yang dihadapi oleh Indonesia.


2000
Turut Memperkuat Gerakan Anti-Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdiri tahun 2002, berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. KEMITRAAN berperan dalam mendukung proses pemilihan komisioner dari yang pertama, membantu penyusunan Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) lembaga, hingga penguatan kelembagaan.
Seiring dengan upaya memperkuat kelembagaan KPK, KEMITRAAN juga memberikan dukungan terhadap gerakan anti-korupsi yang diinisiasi oleh Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), termasuk mendukung dalam mengawasi proses seleksi komisioner KPK.
2002
Mendukung Reformasi Hukum - Penguatan Institusi Kepolisian
KEMITRAAN juga membersamai proses pelembagaan Polri pasca berpisah dari TNI, dari mulai melakukan kajian seputar skema Pemolisian Masyarakat, Pelatihan HAM untuk Brimob, kurikulum pendidikan, keuangan Polri, Polri dan KKN dan lain-lain.
KEMITRAAN juga mendukung penuh proses pembentukan Komisi Polisi Nasional (KOMPOLNAS) dan gerakan-gerakan masyarakat sipil untuk dapat menjadi mitra kerja sekaligus pengawas dari proses tata kelola kepolisian Indonesia.


2003
Menjadi Badan Hukum Independen di Indonesia
KEMITRAAN resmi menjadi organisasi berbadan hukum dan terdaftar sebagai Persekutuan Perdata Nirlaba, namun masih tercatat sebagai organisasi di bawah dan menjalankan program-program yang ada di UNDP dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Di tahun 2009, KEMITRAAN sepenuhnya menjadi organisasi non pemerintah dan mengambil alih tanggung jawab dan akuntabilitas penuh atas program-program, serta bertanggung jawab langsung ke negara-negara pemberi hibah serta melaporkan kegiatannya kepada kementrian/lembaga maupun pemerintah daerah terkait.
2004
Otonomi dan Tata Kelola Pemerintahan Daerah
Implementasi otonomi daerah sebagai mandat UU membutuhkan aturan teknis di lapangan. KEMITRAAN bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membangun mekanisme tata kelola Otonomi Daerah melalui kebijakan Desain Besar Penataan Daerah (Desartada) di level nasional dan Desain Penataan Daerah (Detada) untuk level provinsi.
Pada sisi lain, KEMITRAAN dan koalisi CSO juga turut mengawal proses pembahasan Revisi Undang-Undang untuk memperkuat implementasi kebijakan otonomi daerah. Di sisi pelayanan publik, program penguatan kualitas layanan melalui skema penilaian oleh publik (citizen report card) dilaksanakan di beberapa wilayah.
Dari implementasi otonomi daerah, muncul pemimpin-pemimpin lokal yang kinerjanya membanggakan. Beberapa inisiatif penilaian dilakukan oleh CSO, salah satunya penghargaan otonomi award oleh The Jawa Pos Institute of Pro Otonomi (JPIP), dengan KEMITRAAN sebagai salah satu pendukung utamanya.


2004
Percepatan Implementasi Tata Kelola Pemerintah
2007
Raport Kinerja Pemda Melalui Indonesia Governance Index (IGI)
Implementasi tata kelola pasca reformasi membutuhkan alat ukur kinerjanya, sebagai bagian dari proses perbaikan maupun replikasi terhadap praktik baik yang telah dilakukan. KEMITRAAN menginisiasi pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan daerah di Indonesia dengan membangun Indonesia Governance Index (IGI).
Pada perkembangannya, pendekatan IGI yang mengukur kinerja aktor tata kelola (pejabat politik, birokrasi, masyarakat sipil dan dunia usaha) dengan prinsip seperti partisipasi, keadilan, transparansi, akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi menjadi dasar pengembangan alat ukut kinerja di sektor yang lebih spesifik, salah satunya adalah Indeks Tata Kelola (ITK) Polri, dan IGI-Ketahanan Iklim.


2008
Mendorong Akuntabilitas Pemilu Melalui Pembentukan Bawaslu
2014
Menginisiasi dan Mengawal Program Sistem Verifikasi Legalitas Kayu. SVLK Kemudian Diadopsi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sebagai System Baku dalam Tata Kelola Perhutanan Indonesia


2014
Percepatan Reformasi Birokrasi Melalui Reform the Reformers
Kebijakan lelang jabatan tidak hanya dilakukan oleh Kementerian PAN-RB dalam memilih pejabat di kementeriannya, melainkan juga dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di bawah duet Gubernur dan Wakil Gubernur Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk pemilihan Lurah dan jabatan strategis lainnya. Sebelumnya, KEMITRAAN pertama kali mendorong skema lelang jabatan saat mendukung reformasi tata kelola di Kabupaten Kebumen, dan berhasil menempatkan the right man on the right job.
2014
Mengukur Kinerja Good Governance di Kepolisian
Bekerja sama dengan Asisten Kapolri Bidang Perencanaan Umum dan Anggaran Asrena) Kapolri, KEMITRAAN merumuskan Indeks Tata Kelola kepolisian Republik Indonesia (ITK), alat pengukuran untuk melihat sejauh mana kualitas kinerja satuan kerja yang ada di Polri. Dari tahun 2015 hingga 2020 (kurang lebih lima tahun), ITK Polri berhasil mengukur kinerja seluruh Kepolisian Daerah (Polda), Polrestabes, Polres Metro, Polresta, Polres dan juga 12 Satuan Kerja di level Mabes Polri.
Salah satu kesimpulan dari ITK Polri adalah adanya kebutuhan untuk menyusun standar sumberdaya manusia, sarana dan prasarana yang sesuai dengan karakteristik wilayah, misalnya Polri di wilayah perbatasan negara, wilayah perairan, wilayah urban dan lain-lain.


2016
Penguatan Ketahanan Iklim Melalui Adaptation Fund
Melalui akreditasi, posisi KEMITRAAN menjadi perantara untuk memastikan kualitas program-program adaptasi perubahan iklim yang diusulkan oleh CSO atau Implementing Agency (IE) shingga dapat mempercepat proses ketahanan terhadap dampak perubahan iklim di wilayah dampingan masing-masing.
2020
Officially Becomes an Accredited Partner of the Green Climate Fund
KEMITRAAN menjadi satu-satunya mitra non-pemerintah yang terakreditasi oleh Green Climate Fund (GCF), sebuah lembaga pengelola dana terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk melakukan upaya pengurangan emisi gas rumah kaca, serta meningkatkan kemampuan dalam merespons perubahan iklim.
GCF merupakan mandat dari Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. The GCF has an important role in realizing the Paris Agreement, namely supporting the goal of keeping the average global temperature increase below 2 degrees Celsius.

