Home / Safeguardingpolicy

Full and Effective Participation

Definisi dan ruang lingkup

Ruang lingkup partisipasi secara substantif harus inklusif dan efektif. Perhatian lebih harus diberikan ketika menjalankan program yang berhubungan dengan masyarakat adat, masyarakat lokal, kelompok masyarakat yang terpinggirkan atau kawasan konservasi. Setiap proses, mekanisme atau instrumen yang dirancang untuk mencapai partisipasi substantif harus dirancang sejak awal proyek. Partisipasi substantif adalah hak individu yang relevan terkait dengan kebijakan program dan kegiatan yang dipromosikan oleh Kemitraan. Oleh karena itu, instrumen atau mekanisme yang dikembangkan untuk mencapai hal tersebut merupakan upaya untuk memenuhi hak-hak partisipasi substantif dan perlindungan.

Instrumen yang digunakan

Proses dan mekanisme untuk memastikan partisipasi yang penuh dan efektif setidaknya mencakup beberapa mekanisme:

  1. Identifikasi dan pemetaan menyeluruh terhadap semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan program atau kegiatan di lokasi proyek. Pemetaan tersebut antara lain menunjukkan kapasitas yang terkait dengan isu-isu yang diusung oleh program dan kegiatan, serta aktivitas, kepentingan dan daya tawar masing-masing pihak
  2. Mekanisme serta pedoman partisipasi pemangku kepentingan termasuk mekanisme khusus yang menjamin partisipasi perempuan secara penuh dan efektif dalam berbagai tahapan pelaksanaan program
  3. Kebijakan dan mekanisme afirmatif yang mendukung kelompok rentan (masyarakat miskin, penyandang disabilitas, difabel, dan perempuan yang tidak memiliki akses) untuk terlibat secara aktif dalam program dan kegiatan. Mekanisme ini dapat berupa prioritas peningkatan kapasitas, konsultasi atau diskusi khusus dengan kelompok rentan dan langkah-langkah lain yang diperlukan untuk meningkatkan posisi tawar kelompok rentan dalam pelaksanaan kegiatan, terutama yang terkait dengan pengembangan kebijakan publik
  4. Mekanisme evaluasi pelaksanaan program dan proses kegiatan yang memungkinkan adanya perbaikan atas partisipasi berdasarkan masukan yang diterima dari berbagai pemangku kepentingan.
  5. Mekanisme yang menjamin keseimbangan gender dalam komposisi pelaksanaan berbagai program dan kegiatan, terutama yang berkaitan dengan proses mendorong perubahan dan pengembangan kebijakan baru.

Landasan Hukum

Ketentuan-ketentuan hukum berikut ini memberikan landasan bagi hak-hak para pihak, terutama kelompok rentan untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan. Kemitraan dan para mitranya harus melihat kerangka hukum ini sebagai prasyarat minimum yang harus ditaati. Selain prasyarat tersebut, instrumen-instrumen di atas harus menjadi acuan utama dalam pelaksanaan kegiatan.

Regulasi Penjelasan 
UU No. 39/1999 tentang HAM  Undang-undang ini secara tegas menyatakan bahwa partisipasi merupakan hak masyarakat. Misalnya: (a) mengajukan keberatan kepada pihak yang berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya. Hal ini juga merupakan bagian dari peran serta masyarakat dalam pengawasan penataan ruang; (b) mengajukan gugatan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat yang berwenang; dan (c) mengajukan gugatan ganti rugi kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian (pasal 55 ayat [4] dan [5], pasal 60). Selain itu, peran masyarakat dalam penataan ruang oleh pemerintah dilakukan antara lain melalui: (1) partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang; (2) partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan (3) partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang (pasal 65). Undang-undang ini juga mensyaratkan ditetapkannya peraturan pemerintah untuk mengatur lebih lanjut mekanisme dan keterlibatan peran serta masyarakat dalam penataan ruang (Pasal 65). Namun demikian, pengaturan mengenai kewajiban setiap orang dan pemerintah, undang-undang ini tidak mengatur kewajiban pemerintah dan pihak terkait untuk mengikuti proses yang melibatkan dan menghormati hak masyarakat untuk berpartisipasi.
UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang  Undang-undang ini secara tegas menyatakan bahwa partisipasi adalah hak masyarakat. Misalnya: (a) mengajukan keberatan kepada pihak berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya. Hal ini juga merupakan bagian dari peran serta masyarakat dalam pengawasan penataan ruang; (b) mengajukan gugatan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada instansi yang berwenang; dan (c) mengajukan gugatan ganti rugi kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian (pasal 55 ayat [4] dan [5], pasal 60). Selain itu, peran masyarakat dalam penataan ruang oleh pemerintah dilakukan antara lain melalui (1) partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang; (2) partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan (3) partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang (pasal 65). Undang-undang ini juga mensyaratkan ditetapkannya peraturan pemerintah untuk mengatur lebih lanjut mekanisme dan keterlibatan peran serta masyarakat dalam penataan ruang (Pasal 65). Namun demikian, pengaturan mengenai kewajiban setiap orang dan pemerintah, undang-undang ini tidak mengatur kewajiban pemerintah dan pihak terkait untuk mengikuti proses yang melibatkan dan menghormati hak masyarakat untuk berpartisipasi

Beberapa ketentuan hukum yang terkait dengan partisipasi juga terdapat dalam UU Pelayanan Publik, UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan ketentuan lainnya. Sebagian besar undang-undang tersebut menyebutkan partisipasi sebagai hak. Pemerintah pusat dan daerah (provinsi, kabupaten/kota), serta berbagai pihak terkait, berkewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak tersebut.

Sebagian besar peraturan perundang-undangan menyerukan partisipasi dalam kaitannya dengan isu-isu yang dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan pemerintah dan peraturan lainnya. Ketentuan operasional tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut oleh para pembuat kebijakan untuk memungkinkan lingkungan partisipasi publik yang efektif dalam pembuatan peraturan, pengaturan kelembagaan, dan tindakan administratif.

Daftar Pencapaian Minimum

  1. Dalam upaya mendorong kebijakan reformasi dan kegiatan pemberdayaan masyarakat, capaian minimum pelaksanaan safeguard adalah:
  2. Masyarakat yang didampingi melibatkan pemberian masukan terhadap pengembangan kebijakan serta rancangan program pembangunan
  3. Kelompok rentan menunjukkan partisipasi minimal 30% dari kegiatan program reformasi kebijakan dan pemberdayaan. Bukti dapat ditunjukkan dalam Petunjuk Teknis partisipasi dalam proyek/kegiatan yang mencakup kehadiran, metode dan output yang disepakati.
  4. Substansi perubahan yang diusulkan seperti rancangan kebijakan atau bentuk perubahan lainnya menunjukkan bukti adanya masukan dari masyarakat, termasuk masyarakat, termasuk kelompok rentan

2016

Pada bulan Maret 2016, KEMITRAAN menerima akreditasi internasional dari Adaptation Fund. Dewan Adaptation Fund, dalam pertemuannya yang ke-27, memutuskan untuk mengakreditasi KEMITRAAN sebagai National Implementing Entity (NIE) dari Adaptation Fund. KEMITRAAN menjadi lembaga pertama dan satu-satunya lembaga Indonesia yang terakreditasi sebagai NIE Adaptation Fund di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

 

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

 

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

2000-2003

KEMITRAAN memainkan peran krusial dalam mendukung pengembangan undang-undang untuk membentuk KPK. Hal ini diikuti dengan langkah mendukung Pemerintah dan DPR dalam memilih calon komisioner yang kompeten dan juga mendukung kelompok masyarakat sipil untuk mengawasi secara kritis proses seleksinya. Setelah komisioner ditunjuk, mereka meminta KEMITRAAN untuk membantu mendesain kelembagaan dan rekrutmen awal KPK, serta memainkan peran sebagai koordinator donor. Sangat jelas bahwa KEMITRAAN memainkan peran kunci dalam mendukung KPK untuk mengembangkan kapasitas dan strategi yang diperlukan agar dapat bekerja seefektif mungkin.

2003

Pada tahun 2003, KEMITRAAN menjadi badan hukum yang independen yang terdaftar sebagai Persekutuan Perdata Nirlaba. Pada saat itu, KEMITRAAN masih menjadi program yang dikelola oleh UNDP hingga akhir tahun 2009. Sejak awal tahun 2010, KEMITRAAN mengambil alih tanggung jawab dan akuntabilitas penuh atas program-program dan perkembangannya.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.

2020

This agreement was signed between Green Climate Fund (GCF) and PARTNERSHIP. This agreement formalizes KEMITRAAN’s accountability in implementing projects approved by the GCF.

For your information, the GCF is the world’s largest special fund that helps developing countries reduce greenhouse gas emissions and increase their ability to respond to climate change.

These funds were collected by the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) in 2010. The GCF has an important role in realizing the Paris Agreement, namely supporting the goal of keeping the average global temperature increase below 2 degrees Celsius.

2020

This agreement was signed between Green Climate Fund (GCF) and PARTNERSHIP. This agreement formalizes KEMITRAAN’s accountability in implementing projects approved by the GCF.

For your information, the GCF is the world’s largest special fund that helps developing countries reduce greenhouse gas emissions and increase their ability to respond to climate change.

These funds were collected by the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) in 2010. The GCF has an important role in realizing the Paris Agreement, namely supporting the goal of keeping the average global temperature increase below 2 degrees Celsius.

2016

In March 2016, KEMITRAAN received international accreditation from the Adaptation Fund. The Adaptation Fund Board, in its 27th meeting, decided to accredit KEMITRAAN as National Implementing Entity (NIE) from the Adaptation Fund. KEMITRAAN is the first and only Indonesian institution to be accredited as a NIE Adaptation Fund in Indonesia.

2003

In 2003, KEMITRAAN became an independent legal entity registered as a Non-Profit Civil Partnership. At that time, KEMITRAAN was still a program managed by UNDP until the end of 2009. Since the beginning of 2010, KEMITRAAN took over full responsibility and accountability for the programs and their development.

2000-2003

KEMITRAAN played a crucial role in supporting the development of legislation to establish the KPK. This was followed by steps to support the Government and DPR in selecting competent commissioner candidates and also supporting civil society groups to critically monitor the selection process. After the commissioners were appointed, they asked KEMITRAAN to help with the institutional design and initial recruitment of the KPK, as well as play the role of donor coordinator. It is clear that KEMITRAAN plays a key role in supporting the Corruption Eradication Commission to develop the capacity and strategies needed to work as effectively as possible.

1999-2000

The Partnership for Governance Reform, or KEMITRAAN, was founded in 2000 following Indonesia’s first free and fair general election in 1999. This historic election is an important step in Indonesia’s efforts to move away from an authoritarian past towards a democratic future. PARTNERSHIP was established from a multi-donor trust fund and is managed by United Nations Development Programme (UNDP) with a mandate to advance governance reform in Indonesia

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.