Home / Press Release

Organisasi Masyarakat Sipil Dorong Perlindungan bagi Perempuan Pembela HAM Lingkungan Hidup

Pertemuan Pertama Kaukus Perempuan Pembela HAM Lingkungan Hidup di Jakarta, 13 Juli 2023

Jakarta, 13 Juli 2023 – Sebanyak 27 peserta dari berbagai organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Kaukus Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia (PPHAM) Lingkungan Hidup melakukan konsolidasi pertama di Jakarta, 13 Juli 2023. Kaukus ini bertujuan untuk mendorong rencana aksi dalam memperkuat advokasi kebijakan perlindungan yang sensitif gender bagi PPHAM terutama dalam isu lingkungan hidup.

Pertemuan dilaksanakan untuk menentukan isu strategis dan menyusun rencana tidak lanjut yang akan diadvokasi bersama, untuk mendorong program PPHAM lingkungan hidup menjadi prioritas kebijakan pemerintah.

Pertemuan konsolidasi kaukus ini merupakan salah satu kegiatan yang didukung oleh KEMITRAAN melalui proyek ELEVATE (Enhancing the Leverage of Women Environment Human Rights Defenders). ELEVATE bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan pengaruh perempuan pembela hak asasi manusia (PPHAM) dalam melestarikan lingkungan hidup dengan kebijakan yang sensitif gender.

“Organisasi masyarakat sipil melihat bahwa kasus dan ragam kekerasan terhadap pembela HAM meningkat, akan tetapi perlindungannya masih belum memadai. Terlebih lagi, perempuan pembela HAM mengalami risiko yang berlipat dalam melakukan advokasinya. Mereka acapkali diserang tidak hanya tertuju pada identitasnya sebagai pembela HAM tetapi juga identitas diri sebagai perempuan, ibu, dan anggota masyarakat,” jelas Dewi Damayanti, Project Manager ELEVATE, KEMITRAAN.

Pembangunan yang berfokus pada industri tambang dan industri ekstraktif lainnya memiliki karakter yang eksploitatif terhadap sumber kehidupan sehingga meningkatkan risiko kerusakan fungsi alam dan ekosistem bagi manusia.1 Perempuan memiliki kerentanan lebih tinggi dalam menghadapi kerusakan lingkungan karena peningkatan beban kerja di rumah ketika akses kepada air, makanan, dan sumber daya lainnya terganggu.2 Namun kaum perempuan justru tertinggal dan kurang terwakili dalam pembuatan keputusan dan advokasi.3

Andi Rahmana dari Aliansi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) menyampaikan hasil studi AEER di area sekitar smelter nikel di Halmahera Tengah, Maluku Utara. “Saat ini masyarakat di sana mengalami krisis air bersih karena sungai mulai tercemar dan air tanah menjadi asin. Tokoh-tokoh di sekitar tambang telah mengadvokasi hak mereka, namun mendapat penolakan dan ancaman. Perempuan sendiri mengalami kendala yang signifikan karena belum memiliki pemahaman yang sama atas masalah yang mereka hadapi dan masih berjuang sendiri-sendiri.”

Andi juga menambahkan bahwa perempuan di daerah tersebut turut kehilangan ruang hidup berupa lahan kebun sejak adanya pembeban lahan untuk kepentingan penambangan nikel.

“Di masyarakat ada pembakuan peran yang menempatkan perempuan hanya untuk mengurus urusan domestik. Perempuan sering dianggap tidak memiliki kapasitas untuk advokasi, akibatnya perempuan dipinggirkan dalam berbagai pembuatan keputusan di dalam wilayah tinggal mereka. Suara perempuan menjadi tidak terwakili dengan baik,” jelas Citra Referandum, Direktur LBH Jakarta.

Di samping kerentanan yang dihadapi karena posisi perempuan yang dipinggirkan di masyarakat, PPHAM kerap mendapatkan kekerasan seksual, serangan terhadap peran gender, dan terhadap nama baik dan kredibilitasnya. Sepanjang tahun 2015-2021 Komnas Perempuan mencatat terjadi 87 kasus kekerasan yang menimpa PPHAM.4 Tentunya ini merupakan fenomena gunung es di mana kasus yang dilaporkan mungkin jauh lebih sedikit daripada kasus yang terjadi.

Proyek ELEVATE difokuskan kepada para perempuan dan komunitas yang hak atas tanah dan sumber daya alamnya terancam oleh proyek pembangunan skala besar seperti ekspansi perkebunan monokultur maupun industri ekstraktif yang tidak bertanggung jawab. Perempuan dan komunitas tersebut tersebar di beberapa desa di Kalimantan Timur, Riau, dan Sulawesi Tengah. Diharapkan para perempuan dan komunitas tersebut nantinya dapat meningkatkan kemampuan dan pengaruh untuk mengadvokasi kebijakan lingkungan hidup yang sensitif gender.

Bersama dengan KEMITRAAN, konsolidasi pertama Kaukus PPHAM dihadiri oleh Komnas Perempuan, LBH Pers, Pusaka Bentala Rakyat, INFID, ICJR, ICEL, Imparsial, LBH APIK, WALHI, AEER, Sawit Watch, ELSAM, LBH Jakarta, SafeNet, Kontras, dan HUMA.


1WALHI. (2018). Diakses melalui https://www.walhi.or.id/perempuan-bergerak-melawan-industri-ekstraktive-batubara-2
2Itzá Castañeda Camey, Laura Sabater, Cate Owren and A. Emmett Boyer. IUCN. Gender-based violence and environment linkages, halaman 106.
3Prof. Shri. Srinivasan Balakrishnan. (2023). Empowering the unheard: Why women’s voices are crucial in environmental policy and action https://www.iucn.org/story/202303/empowering-unheard-why-womens-voices-are-crucial-environmental-policy-and-action
4Juli Hantoro. (2022). Komnas Perempuan Sebut Kasus Kekerasan terhadap Perempuan Pembela HAM. Naik. Diunduh dari https://nasional.tempo.co/read/1662344/komnas-perempuan-sebut-kasus-kekerasan-terhadap-perempuan-pembela-ham-naik