Home / Media Coverage

Haruskah Tradisi Menenun dan Menganyam Tenggelam di Dasar Waduk Mbay Lambo?

Penulis: Aloysius Gonsaga AE

Sumber: Kompas.com

Perempuan adat di Desa Rendubutowe, Kristina, melakukan aktivitas menenun. Tradisi menenun ini terancam hilang karena wilayah mereka di Desa Rendubutowe, Kecamatan Aesesa Selatan, Kabupaten Nagekeo, NTT, masuk penetapan lokasi pembangunan Waduk Mbay Lambo.(KOMPAS.com/ALOYSIUS GONSAGA ANGI EBO)

BERALASKAN tikar ayam, wanita berusia 60 tahun ini duduk dan tampak sibuk. Kakinya lurus ke depan searah dengan benar lungsin yang dibentangkan vertikal ke alat tenun sekaligus menjadi panjang kain yang akan ditenun.

Punggungnya bersandar di logo (nama setempat untuk alat bersandar yang terbuat dari kayu( sambil kedua tangannya mengurai setiap helai benang yang sudah terpasang di sisir (penenti lebar kain yang diinginkan) agar tidak kusut.

Gerakan tangannya masih sangat lincah. Ia mendorong ati (nama lokal gunungan benang pakan yang dimasukkan ke dalam tabung kecil dari bumbu) dari kiri ke kanan dan sebaliknya.

Setiap meloloskan benang pakan melewati benang lungsin, wanita berkaca mata ini tak lupa mengencangkan ikatan antara benang pakan dan lungsin tersebut menggunakan rame (disebut rame karena selalu menimbulkan bunyi) hingga akhirnya menghasilkan kain tenunan.

Tak lupa ia membuat motif di atas kain tersebut menggunakan benang. Demikian rutinitas wanita bernama Kristina ini saat waktu senggang.

Menenun sudah Kristina lakukan sejak tahun 1996-an saat datang ke Desa Rendubutowe, Kecamatan Aesesa Selatan, Kabupaten Nagekeo, NTT.

Kala itu dia baru mulai belajar dan kini sudah sangat mahir melakukan pekerjaan tersebut yang ikut memberikan penghasilan tambahan.

“Kalau fokus melakukan pekerjaan ini bisa menghasilkan dua lembar kain dalam waktu dua minggu,” ujar Kristina saat ditemui di rumahnya, Jumat (23/8/2024).

Hasil tenunan Kristina ini bisa berupa selendang dan kain atau sarung. Hasilnya bisa dijual untuk keperluan keluarga, termasuk membiayai anaknya sekolah.

“Lebar selendang ini variasi. Kalau panjangnya bisa sampai dua meter,” ujarnya.

Aktivitas serupa juga dilakukan wanita bernama Bibiana Doe yang sudah menenun sejak 1972. Di bagian belakang rumahnya yang bergandengan dengan dapur, sosok 68 tahun ini tampak sibuk dengan peralatan tenun.

Saat Kompas.com menyambangi rumahnya pada Jumat (23/8), nenek Bibiana sedang menenun kain khas daerah. Ia melakukan pekerjaan itu di atas bale-bale bambu. “Untuk satu sarung ini menghabiskan modal sekitar Rp 200 ribu. Itu untuk biaya membeli benang dan juga obat pewarna,” ujar Bibiana.

Nah, kain atau sarung buah tangannya itu memiliki harga bervariasi. Jika buru-buru menjualnya, ia bersedia menerimnya bila ada tawaran Rp 500.000.

Tetapi jika dalam keadaan normal, harga sarung tenunannya tersebut bisa mencapai Rp 800.000.

Menenun sudah menjadi bagian dari tradisi kehidupan masyarakat adat di Rendubutowe.

Selain itu, ada pula tradisi menganyam untuk membuat alat-alat yang dipakai dalam upacara adat.

Namun dua budaya tersebut di ambang kepunahan. Tradisi menenun dan menganyam terancam tenggelam di dasar Waduk Mbay Lambo karena sejumlah besar lahan Desa Rendubutowe masuk proyek strategis nasional (PSN).

Total lahan yang dibutuhkan waduk ini mencapai 862,479 hektare.

Pohon-pohon yang selama ini dimanfaatkan sebagai bahan baku sudah rata dengan tanah. Jika pun tak dirobohkan, pohon-pohon yang masuk penetapan lokasi (Penlok) akan ditenggelamkan saat waduk dengan luas genangan 499, 55 hektare ini selesai dibangun pada 2025.

Total lahan yang dibutuhkan waduk ini mencapai 862,479 hektare.

Pohon-pohon yang selama ini dimanfaatkan sebagai bahan baku sudah rata dengan tanah. Jika pun tak dirobohkan, pohon-pohon yang masuk penetapan lokasi (Penlok) akan ditenggelamkan saat waduk dengan luas genangan 499, 55 hektare ini selesai dibangun pada 2025.

“Pewarna alami untuk kain tenun ini dari mengkudu. Sekarang bisa pakai serbuk mahoni yang baru selesai disenso (dipotong pakai mesin gergaji),” ujar Kristina mengenai bahan pewarna kain tenun.

Kini, Kristina dan Bibiana serta para ibu yang mengandalkan pekerjaan menenun dan menganyaman sebagai mata pencaharian mulai kesulitan. 

“Bagaimana kami mau mendapatkan lagi bahan pewarna ini, begitu juga pandan untuk menganyam sudah pasti habis untuk lahan waduk,” ujar Hermina Mawa atau yang akrab disapa Mama Mince.

Ia termasuk sosok pejuang adat di Rendu yang sejak 2015 aktif menyampaikan aspirasi menolak wacana pembangunan waduk Mbay Lambo.

Mama Mince bersama puluhan perempuan adat di Rendubutowe membentuk Kelompok Pejuang Tanah Rendu di bawah kepengurusan harian komunitas PEREMPUAN AMAN. Ia khawatir, kehadiran waduk merusak bahkan memusnahkan tatanan hidup masyarakat adat Kampung Rendu.

Program Estungkara

Dalam masalah dan kesulitan yang tengah dihadapi, masyarakat adat Rendubutowe mendapat pendampingan dari KEMITRAAN-Partnership for Governance Reform dan PEREMPUAN AMAN. 

Kolaborasi KEMITRAAN-Partnership for Governance Reform dan PEREMPUAN AMAN ini terwujud dalam program Estungkara (Kesetaraan untuk menghapus ketidakadilan dan diskriminasi).

“KEMITRAAN bersama PEREMPUAN AMAN dalam program Estungkara memberikan pendampingan kepada Masyarakat adat yang mengalami konflik tanah akibat PSN.”

“Kami membantu masyarakat untuk penguatan kapasitas melalui pelatihan dan melakukaan pendataan menyeluruh atas aset-aset yang hilang akibat pengambilalihan lahan dalam proses ganti rugi,” ujar Communication Officer KEMITRAAN, Melya Findi Astuti.

Pendataan dinilai sangat penting karena menjadi landasan advokasi untuk mendorong pemenuhan hak masyarakat adat.

Selain itu, perlu penataan infrastrurtur termasuk infrastruktur sosial yang menjadi landasan pembangunan kembali komunitas yang sudah tercabut dari akarnya. “Ke depan, pendampingan akan lebih fokus pada pemberdayaan ekonomi sesuai dengan potensi lokal agar mereka tetap berdaya pascapembangunan waduk,” tambah Melya.  Nah, terkait pemberdayaan ekonomi sesuai potensi lokal tersebut, KEMITRAAN melakukan promosi produk komunitas adat melalui website https://estungkara.id/produk-estungkara/.

Menurut Melya, website tersebut untuk mendukung hasil kerja komunitas adat yang didampingi, termasuk kain tenunan para perempuan adat di Rendubotowe.


Sumber : Kompas.com

https://regional.kompas.com/read/2024/09/06/084144578/haruskah-tradisi-menenun-dan-menganyam-tenggelam-di-dasar-waduk-mbay-lambo?page=1

2016

Pada bulan Maret 2016, KEMITRAAN menerima akreditasi internasional dari Adaptation Fund. Dewan Adaptation Fund, dalam pertemuannya yang ke-27, memutuskan untuk mengakreditasi KEMITRAAN sebagai National Implementing Entity (NIE) dari Adaptation Fund. KEMITRAAN menjadi lembaga pertama dan satu-satunya lembaga Indonesia yang terakreditasi sebagai NIE Adaptation Fund di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

 

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

 

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

2000-2003

KEMITRAAN memainkan peran krusial dalam mendukung pengembangan undang-undang untuk membentuk KPK. Hal ini diikuti dengan langkah mendukung Pemerintah dan DPR dalam memilih calon komisioner yang kompeten dan juga mendukung kelompok masyarakat sipil untuk mengawasi secara kritis proses seleksinya. Setelah komisioner ditunjuk, mereka meminta KEMITRAAN untuk membantu mendesain kelembagaan dan rekrutmen awal KPK, serta memainkan peran sebagai koordinator donor. Sangat jelas bahwa KEMITRAAN memainkan peran kunci dalam mendukung KPK untuk mengembangkan kapasitas dan strategi yang diperlukan agar dapat bekerja seefektif mungkin.

2003

Pada tahun 2003, KEMITRAAN menjadi badan hukum yang independen yang terdaftar sebagai Persekutuan Perdata Nirlaba. Pada saat itu, KEMITRAAN masih menjadi program yang dikelola oleh UNDP hingga akhir tahun 2009. Sejak awal tahun 2010, KEMITRAAN mengambil alih tanggung jawab dan akuntabilitas penuh atas program-program dan perkembangannya.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.

2020

This agreement was signed between Green Climate Fund (GCF) and PARTNERSHIP. This agreement formalizes KEMITRAAN’s accountability in implementing projects approved by the GCF.

For your information, the GCF is the world’s largest special fund that helps developing countries reduce greenhouse gas emissions and increase their ability to respond to climate change.

These funds were collected by the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) in 2010. The GCF has an important role in realizing the Paris Agreement, namely supporting the goal of keeping the average global temperature increase below 2 degrees Celsius.

2020

This agreement was signed between Green Climate Fund (GCF) and PARTNERSHIP. This agreement formalizes KEMITRAAN’s accountability in implementing projects approved by the GCF.

For your information, the GCF is the world’s largest special fund that helps developing countries reduce greenhouse gas emissions and increase their ability to respond to climate change.

These funds were collected by the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) in 2010. The GCF has an important role in realizing the Paris Agreement, namely supporting the goal of keeping the average global temperature increase below 2 degrees Celsius.

2016

In March 2016, KEMITRAAN received international accreditation from the Adaptation Fund. The Adaptation Fund Board, in its 27th meeting, decided to accredit KEMITRAAN as National Implementing Entity (NIE) from the Adaptation Fund. KEMITRAAN is the first and only Indonesian institution to be accredited as a NIE Adaptation Fund in Indonesia.

2003

In 2003, KEMITRAAN became an independent legal entity registered as a Non-Profit Civil Partnership. At that time, KEMITRAAN was still a program managed by UNDP until the end of 2009. Since the beginning of 2010, KEMITRAAN took over full responsibility and accountability for the programs and their development.

2000-2003

KEMITRAAN played a crucial role in supporting the development of legislation to establish the KPK. This was followed by steps to support the Government and DPR in selecting competent commissioner candidates and also supporting civil society groups to critically monitor the selection process. After the commissioners were appointed, they asked KEMITRAAN to help with the institutional design and initial recruitment of the KPK, as well as play the role of donor coordinator. It is clear that KEMITRAAN plays a key role in supporting the Corruption Eradication Commission to develop the capacity and strategies needed to work as effectively as possible.

1999-2000

The Partnership for Governance Reform, or KEMITRAAN, was founded in 2000 following Indonesia’s first free and fair general election in 1999. This historic election is an important step in Indonesia’s efforts to move away from an authoritarian past towards a democratic future. PARTNERSHIP was established from a multi-donor trust fund and is managed by United Nations Development Programme (UNDP) with a mandate to advance governance reform in Indonesia

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.