Maros, 18 Agustus 2022 – Pemahaman tentang gender, disabilitas dan inklusi sosial (GEDSI) dalam pembangunan berkelanjutan memang tidak bisa diabaikan. Pembangunan berkelanjutan tidak akan berjalan menggunakan marwahnya sebagai konsep pembangunan, jika pemahaman dan kesepahaman antar pihak terkait prinsip GEDSI belum bertemu sebagai fondasi pembangunan. Hal ini dikarenakan konsep pembangunan perlu memberikan kemerataan keadilan dan kesejahteraan bagi warga negara, khususnya kelompok rentan dan marjinal, seperti masyarakat adat.
Merespon hal tersebut, Kemitraan Bagi Pembaruan Tata Pemerintahan atau KEMITRAAN melalui Program ESTUNGKARA berkolaborasi dengan Sulawesi Community Foundation (SCF) dalam menjalankan Program ESTUNGKARA di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Fokus utama dalam pelaksanaan program di Kabupaten Maros ini adalah untuk meningkatkan hak akses layanan dasar dan ekonomi secara mandiri dan berkelanjutan bagi masyarakat adat. Adapun lokasi sasaran program, yaitu Masyarakat Adat Bara dan Cindakko di Desa Bonto Somba dan masyarakat adat Tanete Bulu di Desa Bonto Manurung, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros.
Pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan oleh masyarakat adat di kedua wilayah tersebut juga masih sarat dengan isu gender. Keterlibatan kelompok perempuan dalam hal pengelolaan sumber daya alam masih lebih banyak didominasi oleh kelompok laki-laki. Hal ini tentu berdampak pada terbatasnya peran perempuan dalam pengambilan keputusan serta kesempatan dalam menyuarakan haknya. Kondisi ini merupakan salah satu gambaran situasi yang melatarbelakangi Program ESTUNGKARA di wilayah ini. Program ini merupakan bagian dari program INKLUSI untuk melanjutkan dukungan dari Pemerintah Australia dalam mendukung kesejahteraan Indonesia melalui pembangunan berkelanjutan di bidang kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, inklusi sosial, serta penguatan masyarakat sipil.
Tanggal 18 Agustus di aula Kantor Bupati Maros, KEMITRAAN bersama Pemkab Maros dan SCF menyelenggarakan kegiatan kick off program ESTUNGKARA. Acara ini bertema Perspektif Para Pihak dalam Konsep Pembangunan Inklusi. Dalam acara ini dilaksanakan penandatangan Nota Kesepahaman Bersama antara Pemerintah Kabupaten Maros, KEMITRAAN, dan SCF.
Direktur Program Sustainable Governance Strategic KEMITRAAN, Dewi Rizki mengatakan, “Kolaborasi dan kerja bersama antara pihak sangat penting untuk mewujudkan tujuan pembangunan yang lebih luas, yaitu tidak ada satu pun yang tertinggal (no one left behind). Kami mengapresiasi peresmian kerjasama dengan Pemkab Maros sebagai pondasi dasar dalam membangun kesepahaman yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan mulia tersebut.”
H. A. S. Chaidir Syam, S.I.P., M.H, Bupati Maros, yang turut hadir dalam acara ini menyatakan bahwa kerjasama multipihak sangat penting dalam merealisasikan elemen gender, disabilitas, dan inklusi sosial untuk mendukung program pembangunan berkelanjutan bagi kelompok masyarakat adat dan marginal. “Melalui Nota Kesepahaman bersama KEMITRAAN dan SCF ini diharapkan terbentuk sinergitas program dari setiap pihak dalam mewujudkan desa inklusi dan mendorong kesejahteraan masyarakat. Karena dalam implementasi program pembangunan hari ini, sudah tidak perlu ada lagi kelompok masyarakat yang tertinggal dan tidak dapat merasakan manfaat pembangunan,” ungkap H. A. S. Chaidir Syam, S.I.P., M.H.
Siaran pers, paparan dan dokumentasi dapat diunduh di sini.
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.