Pelalawan merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Riau yang hampir 65 persen wilayahnya adalah gambut, sehingga rentan terjadi Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla). Menurut Sekretaris BPBD Pelalawan yang juga merangkap sebagai Kepala Pelaksana Tugas BPBD Pelalawan, Rudianto, terdapat tiga faktor penyebab kebakaran di Pelalawan. Pertama, karena iklim. Jika cuaca sedang panas, maka lahan gambut akan mudah terbakar. Kedua, kesadaran masyarakat yang minim tentang bahaya pembukaan lahan dengan cara membakar lahan.
Menurut Pak Rudi, pembukaan lahan dengan cara bakar merupakan kebiasaan masyarakat. Namun karena kondisi alam masih cukup baik sehingga dapat dikendalikan. Saat ini menurut Pak Rudi, dengan adanya perubahan iklim kebakaran hutan dan lahan terjadi hampir setiap tahun.
Faktor ketiga adalah perusahaan. Karena beberapa perusahaan juga lalai dalam mempergunakan surat perizinan, dan terindikasi membakar lahan. Rudi menyebut, hingga saat ini terdapat beberapa korporasi yang telah diputus bersalah oleh pengadilan.
Pada sisi lain, Rudi menyebut telah terjadi penurunan angka kebakaran di Kabupatennya. Salah satu penyebabnya adalah terbangunnya kerja sama antar stakeholder terkait, seperti; BPBD, Polisi, TNI, Polri dan pemadam kebakaran serta masyarakat.
Tahun 2021, melalui program SIAP-IFM, KEMITRAAN mengawal penguatan kerjasama multipihak di Pelalawan.
“Sebelumnya kerja sama antara pemerintah daerah, korporasi dan masyarakat ini belum terstruktur kelembagaannya. Melalui bantuan KEMITRAAN, BPBD menginisiasi terbentuknya satu aturan agar secara legal formal, ada payung hukumnya,” jelas Rudi.
Dukungan program SIAP-IFM yang dilakukan oleh KEMITRAAN juga memfasilitasi hingga penyusunan kegiatan, program dan pendanaan secara kolaboratif dalam upaya pencegahan Karhutla yang terintegrasi dalam Peraturan Bupati (Perbup) Tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Terpadu Berbasis Klaster.
“Salah satu tujuan penandatangan MoU dengan KEMITRAAN adalah untuk terwujudnya satu aturan yang aplikatif. Kami menargetkan peraturan ini akan menjadi pilot project yang didukung oleh Kemitraan juga, sehingga Kabupaten Pelalawan bisa menjadi contoh pengendalian kerhutla secara terpadu di Provinsi Riau, bahkan Sumatera-Indonesia,” jelasnya.
Selain penyusunan regulasi di tingkat Kabupaten, program SIAP-IFM di Pelalawan juga melakukan peningkatan kapasitas Masyarakat Peduli Api (MPA) di level desa, salah satunya melalui pelatihan dan pembuatan sumur Antisipasi Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut (Akhlag).
Sumur ini diharapkan menjadi salah satu solusi alternatif dalam mendapatkan sumber air saat pembahasan lahan gambut, dan sumber air saat Karhutla terjadi. Karena selama ini, salah satu kendala pada saat kebakaran adalah jauhnya lokasi sumber air dengan titik api, sehingga sulit dipadamkan.
Dengan adanya pembuatan kebijakan di level kabupaten dan penguatan kapasitas di level desa, Pak Rudi berharap kerja sama dengan KEMITRAAN akan mempercepat cita-cita Pelalawan zero kebakaran dan langit Pelalawan tetap biru.
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.